Matinya kebenaran

Unknown 4 09.06


Dunia perkuliahan adalah miniatur masyarakat, dimana manusia bisa bertemu dengan sesama manusia yang lain. Membicarakan tentang agama, moral, ilmu, kehidupan, pengetahuan, technology, dan cinta. Riki merupakan mahasiswa sastra pada universitas islam tersohor di Indonesia. Penampilan sederhana yang kemana-mana tidak pernah lepas dari buku bacaan adalah karakter yang membuat semua orang beranggapan bahwa ia adalah mahasiswa yang rajin dan akan lulus tepat waktu bahkan bisa mendahului koleganya. Namun realita berbicara lain, ia lulus pada semester 10 dengan predikat nilai yang biasa-biasa saja. Ia percaya pada nilai transenden yang oleh kebanyakan masyarakat modern disebut “klenik”. Ia meyakini bahwa kesuksesan bukan sekedar perkara nilai dan first graduate melainkan bagaimana pengetahuan yang kita miliki dapat merubah pribadi kita, sekeliling kita, terkhusus orang yang kita cintai. Dan Riki telah membuktikanya rasa cintanya terhadap sesama manusia dan bangsanya harus terjual mahal di rezim plin-plan dan ditenga-tenga ketakutan bangsa.
#
20-05-2010
Tahun itu adalah tahun kedua Riki aktif belajar sebagai mahasiswa. Semester 3, banyak yang mengatakan bahwa pada fase inilah mahasiswa mulai mencari jati dirinya. Dari yang memutuskan menjadi aktivis kampus yang bermimpi mengubah dunia dengan slogan yang melangit, hingga belajar mandiri dengan mencari penghasilan diluar dunia akademik. Tapi ada juga dosen yang berpesan bahwa di fase ini mahasiswa harus mampu menemukan pendamping hidupnya dengan beberapa alasan yang memang didapat oleh pengalaman pribadinya. Semua itu terekam jelas oleh Riki dan ia sadar jalan mana yang ia tempuh. Sebenarnya secara kepribadian Riki bukanlah sosok mahasiswa yang kutu buku seperti khalayak orang mengenalnya. Ia hanya ingin mengisi kekosonganya dengan membaca, apapun bacaanya tidak melihat entah buku tersebut berbobot atau tidaknya untuk dikonsumsi sebagai bahan bacaan. Namun siapa sangka dari kegiatan mengisi kekosongan ini. Riki bukan hanya menemukan dunia barunya, namun juga pendamping hidupnya. Ya.. semuanya dimulai dari membaca. Sebagaimana Jibril menyampaikan Kalam Tuhan yang pertama kepada Muhammad SAW, Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu.
#
Riki bukanlah mahasiswa dari keluarga kaya, yang setiap bulanya bisa menikmati sisa uang jajan dengan traveling, shoping, mengikuti gaya masyarakat modern yang menyajikan hedonisme sebagai gaya hidup masyarakat kota. Namun ia berkomitmen bahwa uang kirimanya setiap bulan harus disisihkan untuk membeli buku minimal 1 ekslemprar selain sebagai kebutuhan. Riki berkeyakinan koleksi bukunya suatu saat akan bisa bermanfaat dari generasi ke generasi, bila dibandingkan membeli Smart phone maupun kamera Dslr yang mana setiap generasi akan memproduksi type baru dan membuat candu masyarakat untuk selalu merasa kekurangan.
Sore itu, Riki menemani senja untuk keliling pasar buku bekas langananya. Kebiasaan ini adalah cara ia melepas kepenatan dunia akademik dan perekonomian bangsa yang fluktuatif  hingga berdampak pada kebutuhan pokoknya.
“Cari buku apa mas Riki?” tanya penjual buku langanan Riki. Mas Prio sapaan akrabnya. Pria berambut ikal gondrong ini adalah agen buku yang paling lengkap koleksinya, dari karya klasik hingga kontemporer. Mayoritas pelangganya adalah mahasiswa.
“Masih lihat-lihat dulu mas Prio” Jawab Riki sembari melemparkan senyum disela-sela memilah milih deretan buku di rak toko tersebut.
“Sedang konsen pada bidang kajian apa mas, sekarang?” tanya penjual buku kembali
“pikiran sedang malas untuk diajak membaca yang berat-berat mas, ada stock buku berat tapi dibingkai dengan penyampaian ringan mas prio?”
“Wah kebetulan sekali mas, ini ada roman tetralogi buruh[1] karya Pramoedya Ananta Toer baru saja pagi tadi datang”
“Apa judulnya mas?”
“Bumi Manusia” jawab Prio singkat sembari menghisap tembakaunya yang diujung penghabisan.
“iya mas saya beli buku itu”
“roman tetralogi buruhnya mau ngambil satu set apa cuma seri pertama mas?”
“nyicil dulu mas beli yang seri pertama dulu” jawab Riki sembari menyodorkan lembaran sepuluh ribuan dua lembar untuk satu buku novel.
Tokoh buku bekas tersebut memang terkenal menjual buku dengan harga miring karena menyesuaikan kebutuhan ekonomi mahasiswa pada umumnya.
Senja telah menyingsing, dan Riki beranjak pulang dengan menenteng satu buku hasil pembelianya sore itu. di sini petualangan akan dimulai, seperti senja dan fajar yang setia menemani petualang demi petualang anak manusia. Dalam hiruk pikuk dunia hingga masa mengilas dari terbit sampai tenggelam, dari kehidupan hingga kematian.
#
Riki benar-benar dibuat takjub oleh karya Pramoedya. Bukan Pramoedya namanya jika tidak dapat membawa hanyaut pembaca fiksinya dalam gejolak-gejolak konflik disetiap sekuelnya. Riki benar-benar dibuat jatuh cinta oleh roman tersebut. Betapa asmara, perjuangan, ideologi dapat diramu dalam kisah yang ciamik untuk dibaca. Tentunya dengan bahasa-bahasa sastra yang indah, meski tidak jarang profokatif.
Kebiasaan Riki selepas membaca buku adalah merefiewnya sesuai porsi kefahamanya. Dituangkanya dalambentuk tulisan yang diposting dalam blogernya atau dikirimkan di koran lokal. Termasuk karya Pramoedya ini, meski ia selalu menuliskan buku yang telah dibacanya nampaknya karya Pramoedya mendapat tempat spesial untuk sebuah tulisan di media cetak dengan judul yang cukup provokatif  “Pram, PKI dan Soeharto”
#
“Rik..”
“Eh ana, apa kabar..”
“Baik kok, aku baca artikelmu di koran loh. Yang tentang novel tetralogi buruh”
“Wah terima kasih na, gimana menurutmu.?”
“Bagus, tapi kamu terlalu berani mengungkap kejahatan dibalik pembantaian ’98 dengan beragam refrensi yang menyudutkan militer.”
“Di dunia ini yang saya takuti hanya Tuhan saya, dan orang tua saya na.”
“Aku salut sama keberanianmu rik, semoga tidak ada orang yang salah faham dengan tulisanmu”
Ana adalah sahabat karib riki. Mereka memang mempunyai kesamaan hoby mendiskusikan tentang banyak hal baik dunia literatur maupun isu-isu sosial lainya. Tidak jarang keduanya ikut serta menyuarakan kebenaran ditengah panasnya matahari dan aspal jalanan.
Di kampus para dosen dan civitas akademika banyak yang membincangkan tulisan Riki disurat kabar. Tidak jarang dari mereka yang men-judge Riki simpatisan komunis. Di indonesia komunisme digolongkan anti-Tuhan, dan kontra dengan agama. Padahal tidak jarang dari aktivis PKI yang muslim bahkan alim dan hafal Al-Qur’an. Cengkraman deideologisasi orde baru memang sangat kuat, mengakar ke alam bawah sadar masyarakat indonesia. Seakan phobia dengan sejarah.
#
Semuanya terasah gelap. Saya menyaksikan binatang  berjasadkan manusia. Lima orang lebih membawa parang dan senjata tajam menghadang laju kakiku. Di gang sempit ini, aku semakin yakin bahwa bangsa ini penakut. Benar kata Gus Dur bahwa bangsa ini penakut.!
Ketakutan melawan ketidak adilan, yang benar disingkirkan, yang salah diagungkan. Chairil jika kamu hidup dizamanku apa kamu masih ingin hidup 1000 tahun lagi. Gie aku menyusulmu dengan bangga. Bahwa nasib baik adalah tidak dilahirkan, dan dilahirkan namun mati muda. Wiji Tukul, Marsinah, Munir kalian tidak sendiri.
Tubuhku terhuyung jatuh.
Gelap..
Bau anyir darahku melumuri sekujur tubuh..
Ditanah airku sendiri, aku mati ditangan manusia bangsaku yang aku cintai.







[1] Salah satu master peace Pramoedya Ananta Toer. Diantaranya Bumi manusia, Anak semua bangsa, Jejak langkah, dan Rumah kaca.

Related Posts

cerpen 781081383281277858

4 komentar

Trima kasih pak tatok sudah berkenan membaca dan mampir dirumah virtual saya yg tidak jelas ini :)

heuheuheue. ini cerpen bukan si?
tapi baiklah aku sangat menikmati.

absurd hehe.
albert camus

Posting Komentar

Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut