Jejak Imperialis
“Arus bergerak dari seletan ke utara, segalanya : kapal-kapalnya,
manusianya, amal perbuatanya dan cita-citanya,
semua bergerak dari Nusantara di selatan ke ‘Atas Angin’ di utara.”-Pramoedya
Ananta Toer-
“Nak
Negeri kita ini kaya gema rimpah loh jinawe kata nenek-nenek kita dulu.
mana ada negeri yang tanahnya sesubur negeri kita yang segala tanaman bisa
tumbuh dengan
mudahnya, dan luasnya lautan sebagai sumber kehidupan” cerita seorang kakek
kepada cucunya dalam keheningan malam yang membisu..
“kek,
apa nenek moyang kita dulu sekolah sehingga negeri kita bisa maju”
“hari
sudah malam nak, besok kakek jawab pertanyaanmu sekarang kamu tidur dulu
tentunya kamu lelah setelah seharian membantu kakek menjahit bendera”
“iya
kek, tapi kakek janji besok ceritakan bagaimana nenek moyang kita belajar dulu
kakek pernah bercerita tentang kerajaan-kerajaan jawa begitu besar berdiri dan
ditakuti dengan masyarakatnya yang makmur”
“InsyaAllah
kakek akan ceritakan nak, seperti halnya buyutmu[1]
dulu mendongengkan cerita itu pada kakek. sebelum gelapnya malam menidurkan
mata setiap orang di Negeri kita”
Malam
memekat dalam kehangatan sinar rembulan, di dalam gubuk tertidur seorang pria
tua bersama cucunya diterangi lentera diatas meja. Sejak kecil anak itu
dibesarkan oleh kakeknya. orang tuanya adalah korban tragedi G30 S PKI, tragedi
berdarah yang merenggut nyawa ibu dan bapak sang anak, yang sampai saat ini
belum ada pihak yang bertanggung jawab
atas sejarah rezim digdaya. Selain Faktor ekonomi yang membuat si anak tidak mengenyam pendidikan sekolah, juga
keinginan sang kakek agar cucu semata wayangnya tumbuh menjadi manusia yang
bebas bermodal dongeng pengantar tidur sikakek dapat mengajarinya tentang makna
kehidupan yang mungkin tidak diajarkan disekolahan sebagaimana dia mendapat
pelajaran lewat dongeng-dongeng dari orang tuanya dulu.
“Kek
hari ini hasil berlayar kita sangat sedikit, ikan-ikan tiada nampak dipermukaan
. mana cukup untuk membeli beras untuk kita makan hari ini”
“Tuhan
tidak tidur nak, syukuri seadanya karena rasa syukur kita akan menambah rizki,
dan rasa tidak bersyukurnya kita atas
rizki hanya adzabNya yang akan kita dapat”
“Iya
kek maafkan saya”
“Istighfar
nak, Tuhanmu maha pemberi ampun, ayo kita pulang kita masak hasil ikan yang
kita dapat”
Orang-orang
pulau memang mengantungkan hasil laut sebagai mata kehidupanya. Bukankah semasa
jayanya majapahit, Nusantara merupakan kesatuan maritim dan kerajaan laut
terbesar di antara bangsa-bangsa beradab lainya. Lantas kenapa sekarang laut
seakan tak terjaga banyak sampah kontaminasi limbah dimana-mana. tak seindah
saat Tuhan menciptakanya untuk orang Indonesia, wajar jika bencana Tsunami
mengingatkan kita untuk bersyukur dan menjaga bumiNya.
“kek
teman-teman mainku bercerita, katanya mereka mendapat teman banyak, buku-buku,
dan diajari baca tulis oleh guru disekolahaan mereka, aku ingin sekolah kek
seperti mereka aku dibilang terbelakang buta huruf aku malu kek”
“Nak
bukanya kakek melarang, tapi untuk makan sehari-hari saja kita kesusahan mana
mungkin kakek bisa membiayaimu bersekolah jika SPP nya saja hanya orang kaya
yang bisa membayar, kamu tidak terbelakang nak. kakek selalu menceritakan
kepadamu tentang sejarah jawa, Nusantara, sampai Indonesia Berdiri sebagai
Negara merdeka. technologi bukanlah tolak ukur kemajuan nak[2],
kamu juga tidak buta huruf bagaimana kamu dibilang buta huruf kalau kamu mampu
membaca Al-Qur’an dengan fasih, mampu membaca aksara jawa yang mungkin mereka
tidak mengenalnya di sekolah”
“tapi
mereka tetap mengatakan aku buta huruf kek, karena aku tidak bisa membaca huruf
latin yang biasa mereka baca bahkan saat ini sudah menjadi huruf dalam bahasa
resmi Indonesia”
“Nak
itu semua adalah dogma orang barat, mereka datang di bumi kita untuk menjajah
dan memasukan kebudayaanya, 3 setengah abad ibu pertiwi di injak-injak kita
menjadi budak di Negeri kita sendiri nak, peradaban kita digeser mulai dibangun
peradaban barat[3],
peradaban para koloni, termasuk mengatakan orang yang tidak bisa membaca huruf
latin adalah ortodok dan buta huruf, sedangkan nenek moyang kita sudah
mempunyai huruf sendiri dan pandai membaca huruf Arab”
“tapi
kata orang-orang pintar di negeri kita, kalau kita tidak sekolah akan bodoh,
miskin, dan terbelakang kek”
“Nak,
ketakutan itu hanyalah doktrin dari penjajah, buktinya apakah sebelum
didirikanya lembaga sekolah di hindia belanda[4]
nenek moyang kita tidak punya peradaban, kerajaan-kerajaan Nusantara berdiri
tegak dengan masyarakat yang makmur sejahtera, candi-candi yang masih ada saat
ini sebagai saksi sejarah bahwa kita punya peradaban besar sebelum para koloni
datang dengan kebudayaanya. Sekolah adalah bagian politik ethik[5]
belanda nak agar membuat kerdil bangsa kita dan membuat belanda sebagai
superior dengan segala kemajuan sains dan technology nya”
“terima
kasih kek, aku sekarang jadi tahu bahwa tidak semua hal yang terlihat baik
dibarengi dengan niat baik pula, aku juga tidak lagi minder bergaul dengan
teman-temanku yang bersekolah, aku punya guru hebat yang mengajariku bukan
hanya soal duniawi namun juga kelak dikehidupan yang sebenarnya, aku bangga
punya kakek aku bangga jadi anak Indonesia yang kaya alam kaya peradabanya”
“iya
nak, hakikat dari pengetahuan itu tidak cukup hanya dengan tendensi rasio perlu juga dibangun religiusitas sehingga
intuisi menyeimbangi rasio nak. Belajarlah sejarah agar kelak kamu bijak dalam
mengambil langkah kedepanya. Thomas Stamford raffles seorang gubernur jendral
(1811-1816) pada masa hidia belanda hatinya telah tertambat di tanah jawa hingga
mengadakan reaserch atas kebudayaan jawa[6],
bagaimana kita tidak bangga atas kebudayaan para leluhur kita bila koloni saja
mengaguminya. Nak, jika tubuh kakek yang tua ini mati, biarlah, tapi jangan
biarkan Negara dengan kekayaan peradabanya ini mati oleh jejak-jejak
kolonialisme yang mengakar dibumi Nusantara.”
[1] Buyut : Bahasa Jawa yang berarti orang tua si kakek
[2] Ciri masyarakat industri
[3] Teori hegemoni Antonio Gramsci : penguasaan budaya satu bangsa
terhadap bangsa lainya
[4] Nama Indonesia dibawah jajahan belanda
[5] Politik balas budi yang digunakan belanda dengan membangun lembaga
pendidikan sebagai sarana memoderenkan kaum pribumi
[6] Hasil researchnya di Bukukan “The History of Java”
melegenda menjadi kajian jawa paling
rinci dengan keotentikan data
Posting Komentar