Kemanusiaan sang burung-burung manyar

Unknown 2 09.30




Kemanusiaan adalah salah satu butir fondasi kebangsaan bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana termaktub dalam bunyi sila ke-2 dalam pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.  Sejarah panjang kolonialisme telah menyatukan kita sebagai satu bangsa satu nasib sepenanggungan. Setidaknya hal  tersebut yang membuat faunding father bangsa kita dalam menetapkan butir kemanusiaan dalam pancasila sebagai asas bernegara bersama. 

Dalam sejarah dunia kita mengenal tokoh-tokoh kemanusiaan diantaranya Muhammad SAW di Makkah, Sidarta Gautama di Nepal, Mahatma Gandhi di India, Che Guevara di Kuba, Nelson Mandela di Afrika dan sederet tokoh kemanusian diberbagai belahan dunia lainya. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menuliskan pejuang kemanusiaan dari bangsa kita bukan Soekarno yang mengusir penjajah dengan gagah, bukan pula Gus Dur yang selalu melindungi kaum minoritas dan tertindas. 

Namanya Yusuf Bilyarta Mangunwijaya putra terbaik bangsa ini terlahir di semarang pada tanggal 6 Mei 1929. Romo Mangun adalah seorang rohaniawan Katolik yang mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan rakyat lemah yang terpinggirkan. Baginya, bertuhan berarti juga memuliakan martabat manusia. Memuliakan martabat manusia tak cukup hanya dengan berbicara, tetapi mengambil suatu sikap dan tindakan nyata untuk melindungi kemanusian itu sendiri dari berbagai macam penindasan. Inilah pesan yang didengungkan oleh Romo Mangun sebagai imam umat Katolik, suatu pilihan hidup yang ia anggap sebagai upaya ‘membayar hutang’ kepada rakyat yang telah berkorban demi kemerdekaan bangsa ini.

Semasa mudanya ia pernah bergabung ke dalam prajurit Tentara Keamanan Rakyat (TKR) batalyon X divisi III yang betugas di Benteng Vrederburg, Yogyakarta. Bersama dengan para prajurit TKR lainnya, ia sempat ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Kecintaannya pada negeri ini ia wujudkan kembali dengan bergabung ke dalam wadah perjuangan Tentara Pelajar (TP) Brigade XVII sebagai komandan Tentara Pelajar Kompi Kedu setelah lulus dari STM Jetis Yogyakarta yang bersamaan dengan berlangsungnya Agresi Militer Belanda I. 

Rangkaian peristiwa hidup di atas membuat Romo Mangun mengenal arti humanisme. Ia menyaksikan sendiri bagaimana rakyat Indonesia menderita, kelaparan, terancam jiwanya, dan bahkan mati sia-sia akibat aksi militer Belanda yang mencaplok wilayah republik. Kata bijak komandan Romo Mangun, Mayor Isman semasa perjuangan dahulu ikut berpengaruh terhadap sisi kemanusiannya. Mayor Isman mengumandangkan bahwa yang paling banyak memberikan pengorbanan dan sekaligus menjadi korban dari perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia adalah rakyat kebanyakan. 

Tindakan nyata yang merupakan cerminan dari pemikiran tersebut adalah ketika Romo Mangun berani berdiri di depan untuk menolak rencana penggusuran 30-40 keluarga yang menghuni kawasan kumuh Kali Code pada tahun 1980-an. Ia pun rela mogok makan untuk menolak penggusuran itu. Dengan lantang ia menyuarakan kepada pemerintah daerah yang hendak melakukan penggusuran bahwa masyarakat Kali Code bisa memperbaiki pemukimannya sendiri asal diberi kesempatan. Tercatat ada tiga peran yang ia lakukan untuk memperbaiki pemukiman warga Kali Code. 

Pertama, ia berjasa dalam mengubah mentalitas membuang sampah sembarangan masyarakat bantaran Kali Code. Dalam mengubah sikap seseorang atau sekelompok orang, tentunya hal yang paling mendasar untuk dilakukan adalah dengan mengubah mentalitas. Hal ini disadari betul oleh Romo Mangun. Namun baginya bicara saja tak cukup, sehingga memberikan teladan kepada masyarakat Code adalah cara yang tepat. Romo Mangun tinggal dan membaur dengan anggota masyarakat Kali Code selama 6 tahun masa pendampingannya. Ia mengamati dan memahami perilaku masyarakat Kali Code, kemudian memberi teladan lewat lisan dan tindakan bagaimana merawat lingkungan. 

Kedua, inisiasi perbaikan tata pemukiman dan lingkungan bantaran Kali Code ia tempuh, sehingga hasilnya kawasan itu menjadi bersih dan tertata. Keterlibatan Romo Mangun dalam revitalisasi Kawasan Code sangatlah vital. Sebagai seseorang yang pernah belajar arsitektur di ITB dan merupakan lulusan Rheinisch-Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman, Ia menyumbangkan daya kreatifitasnya dalam merancang konsep hunian, desain rumah, dan tata pemukiman yang dianggap layak. Material bahan bangunan yang akrab dengan rakyat, seperti bambu sebagai tiang, gedeg (anyaman bambu) sebagai tembok, serta seng sebagai atap dipilih untuk mengisi bangunan.

Ketiga, bersama dengan dua orang temannya, Romo Mangun merupakan pendiri Yayasan Pondok Rakyat (YPR). YPR merupakan wadah pemberdayaan masyarakat dalam bidang lingkungan dan pendidikan kritis melalui pendekatan sosio-kultural. Organisasi ini menjadi semacam jembatan bagi sekelompok orang dengan latar belakang profesi yang berbeda, mulai dari arsitek, agamawan, intelektual, penulis, dan seniman untuk mengaktualisasikan ilmunya dalam pemberdayaan masyarakat bawah. 

Romo mangun juga dikenal lewat tulisan-tulisanya yang membangun rasa nasionalisme dan jiwa kekesaktriaan. Salah satu karya Romo Mangun yang monumental adalah Burung-Burung Manyar. Romo Mangun juga dikenal dekat dengan tokoh-tokoh negara, salah satunya kedekatanya dengan Gus Dur. Sang Romo mendapat tempat istimewa dalam perjalanan hidup Gus Dur. Terbukti dengan dituliskanya kisah Gus Dur dengan Romo Mangun yang diterbitkan dalam kumpulan kolom terbitan kompas dengan judul kolom “Perjalanan sang Romo yang bijak”. 

Kini 16 tahun sudah sang Romo telah meninggalkan kita. Namun semangat pemikiran dan tindakanya akan tetap hidup bersama para pegiat kemanusiaan. Selamat jalan Romo sang Burung-Burng Manyar telah tenang disana.

Malang-19-10-2015
Kedai Kopi Java Corner

2 komentar

dan kehormatan besar dalam hidup saya bertemu dengan jenengan romo tatok. Sampean adalah penerus burung-burung manyar :)

Posting Komentar

Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut