Belajar membaca dari Gus Dur

Unknown Reply 07.11



Membaca buku merupakan aktivitas yang jarang disukai kolega saya. Namun mereka yang membenci kegiatan ini ia tidak tahu betapa membaca memberi manfaat yang luar biasa bagi kita sebagai makhluk paripurna. Banyak diantara kolega saya yang mencibir para “pembaca buku” entah dari ejekan kutu buku, anti sosial, maupun tukang bacot. Senyum adalah jawaban bagi mereka yang mencibir para pembaca dengan apapun alasanya. Tentunya para pecinta pengetahuan dan pembaca buku akan merasa risih bila dicibir seperti diatas, tapi kegiatan membaca bagi para book lover telah menjadi candu yang memiliki kenikmatan tersendiri bahkan telah menjadi kebutuhan pokok yang asupanya sangat dibutuhkan untuk keluasan berpikir dan bertindak. Tentunya hal ini tidak dirasakan oleh mereka yang kurang intens dalam membaca, atau intens namun kurang menikmati kegiatan tersebut.

Belajar dari Abdurahman Ad-Dakhil (Gus Dur). Patung Gus Dur kecil yang ada di taman Amir Hamzah Jakarta tersebut memberi inspirasi yang begitu mendalam tentang urgensi membudayakan membaca sejak dini. Patung tersebut adalah representatif dari sosok Gus Dur yang luas dalam berpikir dan bertindak dalam problematika keumatan dan kebangsaa. 

Tentunya hukum kausalitas berlaku.dimana kita melihat sosok Gus Dur yang meski kurang bagus dalam bidang akademik, namun berpengetahuan melampaui para akademisi semstinya. Betapa Gus Dur sesungguhnya telah memetik buah dari hasil menanamnya sejak dini. Koleksi buku KH. Wahid Hasyim adalah saksi sejarah betapa rakusnya Abdurrahman kecil dalam menghabiskan malam demi malam untuk membaca buku koleksi ayahnya. Dari mulai buku yang paling kanan hingga kiri beliau lahap dengan penuh keriangan tanpa adanya suatu paksaan dari ayahnya. Embrio ini yang kemudian beliau kembangkan dalam dunia tulis menulis. Sehingga terjadilah persingunggan antara dunia wacana dan realita yang beliau tuliskan dalam kolom-kolomnya yang renyah.

Terbentuknya sikap kritis, dewasa, humoris, dan retorika yang lugas dalam berbagai bahasa adalah buah ketekunan dalam membaca. Namun kegiatan membaca juga harus diimbangi oleh praktik atas gagasan-gagasan dalam teks sehingga terjadilah proporsionalitas alam ide dan alam materi. Sehingga teks-teks yang dikonsumsi tidak membusuk dalam alam ide yang absurd. 

Mari kita teladani sosok Abdurrahman Ad-Dakhil dalam segala aspek. Lewat membaca tradisi pembentuk epistemologinya. Terutama dengan cara membudayakan membaca. Wallahu A’lam.



Malang-16-juni-2015
Menjemput datangnya bulan penuh berkah “Ramadhan”

Related Posts

Artikel 6169252583602991803

Posting Komentar

Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut