B.arab dan paradigma manusia Indonesia
UIN malang sedang disibukan muktamar perkumpulan pengajar bahasa Arab dan konfrensi internasional. perhelatan ini merupakan peluang besar bagi masa depan bahasa Arab di Indonesia. para pakar bahasa hadir dari berbagai manca negara mempresentasikan buah pikir dan perkembangan bahasa Arab di masing-masing
negara. karena erat hubunganya dengan pembentukan kebudayaan dan peradaban baik bahasa arab secara khusus maupun islam secara umum.
perkembangan bahasa arab di Indonesia sendiri terlihat fluktuatif karena erat hubunganya dengan birokrasi yang mengatur kurikulum.
dimasa M.Nuh degan k13 nya para pengajar dapat bernafas legah karena b.Arab menjadi materi pokok, menggeser b.Inggris dengan menimbang b.Arab lebih dapat memberi pengaruh dalam pembentukan karakter dibanding b.Inggris. namun kontrofersi k13 terjadi ditanggan kebijakan Anies Baswedan.
Namun yang lebih penting dari ruang b.Arab di kanca kurikulum. pertama, paradigma manusia Indonesia dalam memandang bahasa Arab sendiri. masih banyak diantara kita yang belum bisa memisahkan antara agama islam dan bahasa arab sebagai disiplin pengetahuan itu sendiri. sehingga bahasa arab hanya dipandang sebagai bahasa Agama oleh khalayak awam yang kaku, konserfatif, eksklusif dimata manusia indonesia khususnya dan dunia pada umumnya (meski pada 18 desember diperingati hari bahasa arab dunia). karena ini berimbas pada selera anak didik dalam mempelajari bahasa Arab, terutama pada sekolah umum di kota2 besar.
kedua, ada harapan besar dari perkumpulan para pakar linguistik ini. untuk benar-benar mengkaji tradisi linguistik kita yang kehilangan pondasi. karena diakui atau tidak khazanah linguistik kontemporer kita telah kehilangan fondasinya dengan berkiblat pada perkembangan linguistik eropa. anak-anak b.Arab lebih dikenalkan strukturalisme Ferdinan de Saussure, dekonstruksi Jacques Derrida, hermeneutika Gadammer, dan teori-teori bahasa Noam Choamsky dan sederet linguis barat lainya. padahal kita punya Al Jahid sebagai bapak linguis Arab, ada Ar-Razzi, Abu Aswad Ad-duali, Tamam Hasan dan sederet pakar bahasa timur yang justru banyak dikaji oleh ahli bahasa eropa. lantas dengan alasan apa kita kurang Pe-De dengan fondasi linguistik kita (?).
semoga ada harapan besar di muktamar IMLA kali ini. Bukan sekedar ueforia maupun project eksistensi kampus dalam rangka WCU dan sederet kepentingan diluar bahasa Arab lainya. para dosen semakin rajin mengajar dengan trdisi thurast dan mampu lebih produktif dalam berkarya baik mengenai bahasa Arab maupun diluar bahasa Arab untuk benar-benar membantu peradaban manusia. tulisan jelek ini ditulis oleh mahasiswa tingkat akhir yang malu belum bisa berbahasa Arab dalam lisan maupun tulisan.
selamat bermuktamar para ulama' dan linguis, semoga memunculkan gagasan yang produktif dan pemimpin yang reformis.!
Posting Komentar