PMII Meraba Islam Indonesia

Unknown Reply 01.21
      
Kita adalah orang Indonesia yang beragama islam, bukan orang islam yang kebetulan tinggal di Indonesia[1]
    -Abdur rahman wahid-
Islam adalah agama yang besar dan Indonesia adalah Negara yang besar. Ibarat benih unggul yang ditanam dilahan yang subur, islam Indonesia berkembang secara pesat dengan segala bangunan peradaban didalamnya. Meraba islam Indonesia bukanlah hal yang mudah bahkan utopis rasanya dapat meraba secara mendetail islam Indonesia dari berbagai sudut pandang. Namun pada tulisan ini berisikan beberapa hal yang menurut penulis adalah hal-hal yang kasat mata menjadi  problematika yang muncul didalam tubuh islam Indonesia. penulis memandang problematika islam Indonesia dengan cara pandang sebagai muslim Indonesia yang dipercaya menjadi khalifah di bumi Nusantara dan selaku kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang selalu dituntut untuk peka dalam segala problematika sosial maupun internal keagamaan. dengan  mengunakan kacamata Islamic Nation view penulis menyajikan tulisan sederhana ini untuk seluruh muslim indonesia.
   Menangapi Modernitas
Dewasa kini memahami modernitas sebagai eksternal yang mempengaruhi pemikiran islam dan paradigma muslim Indonesia, ada banyak hal yang dilakukan oleh muslim Indonesia dalam menangapi modernitas namun terdapat dua hal yang menonjol dalam corak menanggapi modernitas dikalangan muslim Indonesia: 1. Liberal, yang menjadikan modernitas sebagai acuan pemikiran, dan 2. islam yang menjadikan islam sebagai acuan dalam menanggapi modernitas[2]. Perbedaan dalam cara pandang terhadap modernitas berimplikasi pada corak gerakan yang berbeda pula, yakni corak gerakan liberalisasi dan islamisasi[3]
Corak gerakan liberal terlihat lebih agresif dibanding islamisasi yang cenderung konservatif dalam pemikiran. Terbukti dengan berdirinya JIL (jaringan islam liberal) yang menghebohkan kalangan cendekiawan muslim Indonesia maupun para kyai. Pasalnya JIL yang dinahkodai oleh ulil abshar abdala ini menempatan modernitas sebagai acuan pemikiran, dengan ditopang nalar kritis yang rasional JIL dapat mendobrak konservatif pemikiran serta ortodoksi keislaman Indonesia. Namun pemikiran liberal akan selalu disoroti bukan hanya karna kontroversial, namun ada sebuah keyakinan yang tidak bisa ditawarkan lagi bahwa islam adalah agama wahyu yang tidak bisa tunduk pada dinamika sejarah dan budaya, kondisi islam sebagai agama wahyu sangat berbeda dengan agama-agama lain yang merupakan agama budaya.[4]
Corak gerakan liberal yang terkesan nakal ini sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi dinamika pemikiran islam Indonesia, ide liberalisasi pemikiran islam dari dalam tubuh aktivis dan organisasi islam secara sistematis dapat ditelusuri pada tahun 1970-an, saat ketua umum PB HMI (pengurus besar himpunan mahasiswa Islam). Nurcholis madjid secara resmi menggulirkan perlunya dilakukanya sekularisasi islam, Yang dirangkum dalam sebuah makalah berjudul “Keharusan pembaruan pemikiran islam dan masalah integrasi umat” dengan mengusung 3proses pokok yang saling mengisi demi terwujudnya pembaharuan ajaran yang meliputi: 1.sekularisasi, 2.kebebasan intelektual, dan 3. Gagasan tentang kemajuan dan keterbukaan.[5]
PMII sebagai organisasi yang menjadikan aswaja sebagai manhaj Al-fikr (metode berfikir), tentunya mempunyai prinsip pribadi dalam menanggapi tantangan modernitas yang ada. Ditengah polemik modernitas PMII hadir menyodorkan solusi akan pergolakan modernitas dikalangan islam Indonesia. Dengan bersikap tawazun PMII memeberikan sintesa bagi pihak yang pro dan kontra tentang segala bentuk modernitas, dengan tidak sepenuhnya menerima modernitas secara utuh, dan tidak juga menolak modernitas secara keseluruhan. dengan tetap konsisten pada adagium AL-muhafadotu ala qodimi solih wal ahdu bijadidi ashlah. Singkretisme modernitas dengan norma lama yang baik dan masih dianggap relevan untuk diterapkan akan menjadi nilai tawar tersendiri perihal penyikapan modernitas bagi pemeluk islam di Indonesia.
Membendung Gerakan Islam Transnasional
          Mengkaji tentang gerakan islam transnasional memang sangat penting bagi para kader PMII. Pasalnya organisasi islam transnasional kini mulai menggerogoti islam Indonesia dan kedaulatan NKRI. Sebetulnya kalau kita telusuri gerakan islam transnasional merupakan kebebasan ideologi pasca bergulirnya reformasi 1998, bisa dibilang jika munculnya beragam gerakan islam transnasional adalah konsekuensi dari reformasi itu sendiri. dengan sikap membuka keran demokrasi secara sepenuhnya setelah bertahun-tahun kebebasan diseragamkan oleh rezim orde baru.
          Gerakan islam transnasional juga menjelma menjadi momok bagi ormas islam di Indonesia seperti NU dan Muhamadiyah yang notabene adalah ormas besar yang lahir dari bumi nusantara. Diprediksikan dimana akan terjadi benturan antara gerakan islam radikal dan islam mainstream. Hal ini patut diwaspadai sebab gerakan radikal ini telah menggerogoti basis massa gerakan islam mainstream. Basis muhamadiyah di perkotaan misalnya, telah direbut oleh ikhwanul muslimin dan hizbut tahrir, jamaah Tabligh menggerogoti konstituen NU di perkotaan, gerakan salafi berusaha mengambil jamaah NU puritan dengan pendekatan pesantren. Dan ini sanggat menjadi ancaman bagi kelangsungan ajaran islam Indonesia yang moderat.
Namun juga tidak menutup kemungkinan internal transnasional juga mengalami keteganggan  misalnya jamaah ikhwan yang tidak pernah sepakat dengan hizbutahrir, begitu juga sebaliknya. Dengan alasan Hizbu tahrir yang menolak demokrasi ,tidak sefaham dengan ikhwan yang mengunakan jalur demokrasi. Sementara salafi wahabi yang non-politis, mengecam ikhwan dan hizbut tahrir yang bergerak pada rana politik.[6]  Dari sini kita bisa menggambarkan betapa gerakan islam transnasional selalu kontradiksi dengan norma dan culture yang ada pada tubuh islam Indonesia, karena secara bangunan kebudayaan memang sudah berbeda.
          PMII sebagai organisasi yang religius dan Nasionalis, mempunyai peran urgen dalam membentengi faham ahlusunnah wal jama’ah, dan menjaga kedaulatan NKRI dari segala bentuk gerakan islam transnasional. Terdapat 3 tawaran untuk PMII dalam upaya membendung gerakan islam transnasional yakni: 1. penguatan ideologis, dengan kuatnya dogma yang tertanam pada kader dan warga nahdliyin tidak mudah mempengaruhi mereka, meskipun dengan alasan pemurnian ajaran islam dan pelaksanaan islam secara sepenuhnya. 2. Intelectual building, selanjutnya setelah secara ideologis telah kuat tinggal membangun epistemology dan pembangunan pengetahuan yang luas. Sehingga secara keilmuan yang matang para kader dan masyarakat awam tidak bertaklid buta dan mempunyai bekal wawasan yang luas. Sehingga secara keilmuwan kita masih diatas mereka. Dan 3. Ramaikan masjid, tidak dapat kita pungkiri pengeklaiman atas kebenaran dan tempat peribadatan adalah ciri khas gerakan islam transnasional yang mana lebih mengedepankan Takfir dari pada Tafkir[7]. Dan apa bila masjid-masjid telah dipenuhi dan diramaikan dengan ubudiyyah dan segala bentuk kegiatan keagamaan, nantinya akan menimbulkan rasa risih dengan ibadah kita yang mereka anggap bid’ah.gerakan ini masyhur dengan slogan ‘rebut kembali masjid kita’.[8]
Dua aspek kecil diatas adalah sebagian kecil rabaan kami tentang problematika islam Indonesia yang berpotensi merusak kemoderatan, perdamaian, dan nilai-nilai kemanusiaan. PMII sebagai chondro dimuko mahasiswa akan selalu melahirkan gatot kaca-gatot kaca yang akan memperjuangkan kebenaran agama dan kejayaan bangsa. Sebagai representasi dari sifat Rohmatan lil alamin islam sendiri.Wa’tashimu bihablillahi jami’ah wala tafarroqu
Wa allahul muwafiq ila aqwami thoriq
Malang  01 Rajab 1435 H
 




[1] Gus dur “Islamku, islam anda, islam kita”
[2] Dr.Adian husaini ‘peta pemikiran islam di Indonesia antara liberalisasi dan islamisasi’
[3] Ibid
[4] Agama budaya mengutip dari perkataan syed Muhamad Naquib al-Attas dalam bukunya “Risalah untuk kaum muslimin” hal.37 yang mengatakan: “maka agama Kristen, agama barat sebagaimana agama lain yang non islam adalah agama kebudayaan, agama ‘buatan’ manusia yang terbina dari pengalaman sejarah, yang terkandung oleh sejarah, yang dilahirkan serta dibela dan diasuh dan dibebaskan oleh sejarah”
[5] A,wahib “Pergolakan pemikiran islam”
[6] As’ad said ali “Gerakan ideology pasca reformasi” hal.73-143
[7] Faraq fauda “kebenaran yang hilang”
[8] Syafi’I maarif, Abdurahman Wahid “Ilusi Negara islam”

Bhineka Tunggal Ika; refleksi kemanusiaan ditengah keberagaman

Unknown Reply 01.01


“Ketika engaku berbuat kebaikan, orang lain tidak akan menanyakan apa agamamu”
 (Gus Dur)
Indonesia merupakan Negara yang dibangun diatas keberagaman yang kompleks, dengan keberagaman yang ada Indonesia tumbuh menjadi Negara yang multicultural dengan semboyan Bhineka tunggal ika sebagai representasi atas kondisi masyarakat Indonesia dengan keberagaman agama, suku, maupun budaya. Dewasa kini semakin banyak polemik yang timbul dengan mengatas namakan agama, suku, maupun budaya. Sehingga menciderai nilai toleransi ditengah multicultural yang  mengejawantah dalam semboyan bangsa Bhineka Tunggal Ika
Kekerasan berlebel agama
Agama merupakan sebuah keyakinan ilahiyah yang tiada paksaan didalamnya La ikroha fi din.dengan berdalihkan kebebasan memeluk agama sesuai dengan UUD 1945 “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikan kepercayaanya, dan menjamin semuanya atas kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaanya”[1]. menjadikan Indonesia menjadi Negara sekuler yang mampu mengayomi 6 agama resmi di Indonesia antaranya Islam, protestan, katolik, hindu, budha, dan Kong hu cu. Namun dengan keberagaman agama yang ada di indonesi belum dapat mengantarkan masyarakat Indonesia perihal toleransi antar umat beragama.
Terbukti berdasarkan data wahid institute, sepanjang tahun 2012 telah terjadi 274 kasus kekerasan atas nama agama. Dapat dilihat dari hasil riset ini adalah representasi masyarakat Indonesia yang dinilai masih ‘gagap’ dalam menyikapi perbedaan konteks agama. Terdapat dua factor yang mengimplikasikan kekerasan dengan topeng agama: factor internal dan eksternal. Factor internal terjadi karena keterbatasan pengetahuan oleh pemeluk agama dalam memahami agamanya, sehingga memunculkan pemahaman skripturalisme.faktor eksternal terjadi diluar agama, seperti gagalnya majelis ulama Indonesia (MUI) dalam mengakomodasi ekspresi-ekspresi islam yang berbeda. Penulis juga menilai seringkali pemerintah membela mayoritas dan mendiskriminasikan minoritas, padahal menurut UU No 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia (HAM) seharusnya Negara, pemerintah, dan masyarakat wajib mengakui dan melindungi HAM seseorang tanpa terkecuali.
Agama yang paling dicintai Allah SWT adalah al-hanifiyyah al-samahah (yang muda menerima kebenaran dan toleran kepada sesame).HR. Al-Bukhori. Mahatma Gandhi berpendapat bahwa agama itu seperti cabang-cabang dari pohon yang sama,bunga-bunga dari satu kebun, saudara sekandung dari satu keluarga.[2] Hemat penulis pada dasarnya semua agama yang ada di Indonesia tiada mengajarkan kekerasan dan saling membenci satu sama lain. orang beragama itu ibarat orang yang sekolah terdapat beberapa tingkatan didalamnya, dan puncak tingkatan tertinggi didalamnya adalah agamawan yang dapat membumikan ajaran langit, dengan menjunjung tinggi toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan dalam konteks sosial.[3]
Pluraslisme Agama: Obat gagap perbedaan
Agama hadir menyelimuti kehidupan manusia, ia menjadi fakta sosial yang menyejarah dalam bentuk yang beragam. Dampak sosiologis yang acap kali dijumpai dari keberagaman agama, mulai dari perseteruan umat sampai pembantaian berdarah, misalnya; pembantaian umat islam di rohingya, pelarangan pendirian rumah ibadah jemaat GKI taman yasmin bogor, kekerasan terhadap komunitas syiah di sampan, pemboikotan jemaat Ahmadiyah di jati bening. Dan sederet kasus kekerasan lainya. hal ini menarik untuk untuk dikaji, apakah makna dasar keberagaman agama? Dan bagaimana proses keberagaman agama menjadi kambing hitam pertumpahan darah?
Keberagaman agama dan berbagai polemiknya selalu dikaitkan dengan wacana pluralisme agama. Sistem keagamaan yang sama dan tujuan yang sama kebenaran mutlak dan keselamatan diri adalah tujuan utama semua agama, namun kebenaran dan keselamatan tersebut dapat dicapai dengan jalan yang berbeda-beda. Semua agama memiliki dimensi spiritual yang sama yaitu tunduk kepada Tuhan yang maha Esa. Semua agama mengajarkan kebaikan dan menistakan keburukan. Ini merupakan konsep pluralisme agama secara sederhana.
Keberbedaan tipologi serta alur pemikiran manusia adalah bentuk pemahaman yang berbeda pula tentang kebenaran mutlak dan keselamatan diri, namun apa yang dituju adalah sama. Oleh karena itu demi menjauhi kekerasan atas nama agama, umat beragama harus berhenti berfikir bahwa agama yang ia anut adalah satu-satunya jalan menuju kebenaran; truth claim.Al Quran menuturkan “Wahai anak-anaku, janganlah kalian masuk dari satu pintu yang sama, tapi masuklah dari pintu-pintu yang berbeda”(QS Yusuf: 67)
Seandainya pemahaman ini disadari oleh umat beragama, maka dampak sosiologisnya adalah toleransi sosial, gaya pemikiran yang terbuka, memahami perbedaan, dan sebagainya. Selanjutnya, dialog adalah hal yang perlu dilakukan dalam rangka saling mengenal, memahami, dan membuka diri terhadap agama lain.dialog antar agama menjadi salah satu upaya menetralisir perseteruan karena dialog pada dasarnya merupakan cara manusia melakukan ta’aruf. Sifat inklusifitas yang terjadi dalam dialog menjadikan manusia mendekat pada kebenaran yang manusiawi.
Pelangi peradaban Nusantara
Kemerdekaan yang terlalu lama kita idamkan, mungkin karena terlalu lama kita mengidamkan dan belum menemukan hakikat  kemerdekaan, sehingga kini kita gagap membedakan mana demokrasi mana anarki. Indonesia ibarat keindahan langit yang dihiasi oleh pelangi dengan estetika keberagaman warna, yang mana dengan keindahan pelangi akan menjadikan langit Nampak elegan. Begitu halnya suatu Negara dengan keberagaman yang ada didalamnya akan mengantarkan suatu Negara kepada keindahan yang dibalut dalam balutan “peradaban” dibangun secara gotong royong ditengah perbedeaan yang ada.
Dewasa kini menyayangkan beragam kasus yang sempat mengotori keindahan keberagaman Indonesia, selain kasus kekerasan atas nama agama, tawuran antar pelajar yang membudaya, anarkisme para mahasiswa, dan pelecehan seksual terhadap anak (Study kasus JIS). Problematika kekerasan dan pelecehan seksual, merupakan representasi atas degradasi moral dan lunturnya nilai kemanusiaan pada generasi muda bangsa. Kini menjadi sebuah tanggung jawab besar bagi pemerintah dan kita bersama agar dapat bersinergi dalam menciptakan Indonesia yang lebih berperadaban, dengan upaya membangun moralitas anak bangsa dengan pendidikan karakter dan keagamaan yang tidak melenceng dari jati diri bangsa Indonesia, seperti yang dipesankan Ir. Soekarno “Nation and carakter building”.
Saya  sangat yakin bahwa Indonesia adalah Negara yang mutamaddun dengan masyarakat yang multikultural, belajar dari Rasulullah SAW dalam membangun kota yastrib (Madinah), dengan peradaban dan kebudayaan ditengah perbedaan yang ada. Sehingga benar-benar terwujud demokrasi yang penuh toleransi antar masyarakat Indonesia. Ada satu isi dari piagam madinah yang merepresentasikan wujud rahmatan lil ‘alamin Islam, dalam berdemokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, “Urusan agama adalah urusan Tuhan, urusan Negara adalah urusan kita bersama”[4]. Sehingga sangat tepat semboyan Bhineka tunggal ika disematkan pada bangsa Indonesia semoga menjadi baldatun thoyibatun wa Rabbun ghofur. Waallahu a’lam.







[1] Undang-undang dasar 1945
[2] Karen amstrong “Sejarah Tuhan”
[3] Musthofa bisri “membuka pintu langit”
[4] Salah satu isi Piagam madinah

Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut