Genjer-genjer 30 September; Rekonsosiliasi atau provokasi. (?)

Unknown Reply 17.36



Jas merah.! pesan bung karno. Sebagai sebuah bangsa kita harus belajar dari kesalahan-kesalahan sejarah hitam perjalanan bangsa kita, agar tidak terulang dikemudian hari. 30 September 1965 sejarah mencatat mumentum berdarah pembantaian para jendral dengan motif pemberontakan kepada negara yang dituding digawangi oleh partai komunis Indonesia. yang hari ini oleh buku sejarah biasa disebut G30S PKI/gestapu 30 september. Aksi makar tesebut menjadi boomerang bagi kubuh PKI hingga berujung pada gnosida kader PKI, banom, dan simpatisanya.

Akhir-akhir ini tabir sejarah mulai terungkap. atas beberapa tesis dari para sejarahwan kontemporer mengenai keterlibat gestapu. Siapa membunuh siapa, apa motifnya, dan siapa dalang intelektual diblakangnya.? beragam fersi mewarnai penuturan sejarah tersebut dari mulai peneliti luar, peneliti orba, eks tapol, hingga fersi kelompok agamawan.

Doktrinasi yang mendalam atas G30S PKI oleh orde baru lewat film G30S PKI yang era 70-90-an menjadi tontonan wajib bagi anak sekolah disetiap tanggal 30 september. Upaya tersebut telah terbukti berhasil menanamkan pada alam bawa sadar kita bahwa PKI wajib dibrangus dan aksi heroik dari para militer dalam mengungkap kebengisan gestapu yang terkesan pencitraan.

Namun dalam tulisan ini. Penulis tidak membahas tentang dalang pembantaian atau aktor intelektual dalam penulisan sejarah gestapu. Namun perihal upaya rekonsiliasi dari berbagai pihak. Tentu kita masih ingat, ketika Gus Dur menjabat sebagai presiden. Upaya rekonsiliasi pertama kali digaungkan oleh Gus Dur untuk meminta maaf pada eks-korban PKI. Meski pada ahirnya menuai banyak kritik. Termasuk, Pramoedya Ananta Toer secara keras menolak mentah-mentah rekonsiliasi dari pihak negara. "Memberi maaf tidak semudah membalikan tanggan, saya bukan Nelson Mandela" kutipan Pram dalam salah satu surat terbukanya untuk GM.

Sampai kini 50th kejadian telah berlalu, upaya rekonsiliasi terus gaungkan oleh beragam elemen, terlebih para aktivis NGO. Secara manusiawi sebenarnya negara telah menerima anak cucu orang-orang PKI, maupun eks tapol. mengungkit 'borok' lama sama halnya membuka kembali sejarah kelam konfrontasi yang terjadi dak aksi gnosida yang membuat risih anak cucu PKI. Terutama mereka yang menjadi pejabat negara. Sehingga kita harus benar dan berhati-hati betul atas upaya rekonsiliasi yang kita lakukan. Secara keberpihakan, penulis pro-atas upaya rekonsiliasi atas dasar kemanusiaan. Namun bila kita refleksikan rekonsiliasi telah terjadi secara nature dikalangan sosial. masyarakat telah berbaur dan menerima para eks PKI secara alamiah. Terkecuali klompok-klompok bentukan orde baru yang sampai saat ini menolak keras segala sesuatu yang berbau palu-arit.

wa ba'du, rekonsiliasi memang perlu. Namun jika rekonsiliasi telah terjadi secara alami. Aksi rekonsiliasi tidak perlu digemborkan kembali jika hanya mengusik telinga dan mengorek luka lama eks-tapol maupun korban PKI. Semoga rekonsiliasi kita tidak berbuah profokasi yang menyalakan api konfrontasi. Wa'allahu A'lam.


Mengenang setengah abad G30S

Perjuangan dalam keterasingan

Unknown Reply 20.44

Haruskah perjuangan ditempuh dengan cara yang sama?. Bukankah banyak cara untuk mencapai suatu tujuan yang sama?. Saya hanya mahasiswa biasa dengan segala kekurangan. Tidak jarang kolega seperjuanganku dalam organisasi mencibir prinsip dan pikiranku dalam memecahkan problem. ya, karena saya seringkali berbeda pendapat dan cara dari kebanyakan teman organisasiku. perbedaan ini saya anggap sebagai rahmat dan kelumrahan. meski tidak jarang diantara mereka yang gagap menanggapi perbedaan tersebut.

sebagai orang pesantren saya biasa dihadapkan dengan beragam perbedaan dari faham dan lingkungan keagamaan saya berkembang. Sejak kecil doktrinasi fiqih 4 madzhab telah ikut serta mengkonstruk pikiran saya mengenai keberagaman. Tradisi berbeda pendapat dan cara dalam mengembangkan organisasi adalah sunatulloh bahkan wajib hukumnya untuk mengisi sektor-sektor penting dalam pengembangan organ. perlu adanya sebuah kesedaran kolektif diantara banyak kepala. bahwa untuk berjuang mengembangkan organ kita harus berbeda cara dan strategi selagi tidak keluar dari norma ideologi dan AD/ART organisasi.

Strategi perjuangan pengembangan organisasi yang saya tempuh, dinilai asing bahkan diasingkan oleh mereka yang gagap memahami perbedaan. kontekstualisasi pengambilan kebijakan juga saya lakukan meski harus melawan kerasnya tradisi yang dianggap menjadi harga mati. Pada ahirnya konsekuensi dari corak perjuangan saya harus terbayar mahal dengan sikap cibiran dan mengasingkan saya sebagai oknum organisasi baik secara pikiran dan tindakan.

kita mengingat sosok Tan Malaka sebagai pribadi yang keras secara prinsip dalam memperjuangkan idealisme dan kebenaran yang ia yakini. meski konsistensinya dalam kebenaran harus terbayar dengan dimusuhinya oleh kelompok imperial dan elite penguasa dalam negeri.

Sebagai manusia yang diberkahi pikiran dan potensi diri kita harus bersyukur. rasa syukur ini saya luapkan dalam tulisan. pengungkapan gagasan dengan karya tulis masih saya yakini sebagai jalan yang jitu untuk membumikan gagasan kita. selain itu , sejarah akan mencatat pemikiran kita yang terbukukan meski jasad kita telah tiada.

Soe Hok Gie, Ahmad Wahib adalah sebagian kecil manusia yang terasingkan namun terkenang oleh sejarah berkat buah tulisnya. Sosok Gus Dur juga menjadi idola saya bagaimana menyikapi perbedaan dan konsistensi kontribusi pemikiran yang progressif. betapa sangat lama tradisi intelektualitas kita terhenti, lantas kini kita kehilanfan kiblat dalam refrensi dan tradisi literatur yang hari ini tekutat pada barat.

Sikap saling menghormati dan berdialog adalah cara paling jitu agar kita tidak salah presepsi dalam menilai orang maupun kelompok. Bukankah islam telah mewarisi tradisi syuro' agar kita dapat berdealiktika secara sehat dan terbuka. namun lagi-lagi setu orang yang sadar harus rela mundur oleh ratusan orang fanatik.

wa ba'du, kita harus membuka kembali maqosid syari'ah kita agar tidak dengan muda menghakimi dan menilai buruk seseorang hanya karena ia berbeda.

Nasionalisme Kaum Santri

Unknown Reply 03.10
Ya ahlal wathon, hubul wathon minal iman. (KH.Wahab Hasbulloh)

Sejarah panjang kemerdekaan indonesia. tidak luput dengan jasa besar orang pesantren. bahkan hingga detik ini, eksistensi indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan keutuhan NKRI merupakan harga mati bagi orang pesantren.

perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan zaman, telah mengantarkan kaum santri lebih peka dan terbuka menanggapi tantangan zaman. Santri yang dulu dikenal konservatif, eksklusif, dan kolot harus mampu melakukan transformasi sosial. Dalam menjembatani antara bakunya 'teks' agama dan dinamisnya zaman. Santri hadir, mengakomodir kegelisahan-kegelisahan problematika keumatan dan kebangsaan.

Majalah internasional newsweek pernah menyebut islam indonesia sebagai "islam white smilling face". Dialektika antara ajaran agama dan kearifan lokal di Indonesia menjadi penyebab utama wajah keberislaman manusia indonesia ramah, toleran, dan eksklusif dalam perubahan dan pembaharuan.

Pasca reformasi gerakan ideologi transnasional mulai berbondong-bondong menjangkit masuk dalam mewarnai keberagamaan umat islam di indonesia. sebenarnya bukanlah suatu masalah atas perbedaan yang ada, karena berbeda adalah sunatullah. namun yang membuat orang pesantren harus angkat bicara adalah maraknya semangat beragama yang berlebihan tapi tidak diimbangi dengan pengetahuan. yang menyebabkan praktik takfiri terhadap sesama muslim. tak hanya itu, ketika islam telah dipersempit menjadi ideologi saja. politik kepentingan berkedok khilafah kembali dihadirkan untuk dibenturkan dengan negara bangsa yang dinilai kurang islami. padahal NU sendiri dalam muktamar 15 di banjarmasin telah memilih negara bangsa lebih baik untuk diterapkan di indonesia. untuk menjauhi segala kemungkinan, termasuk perpecahan dan pertumpahan darah saudara sebangsa.

Menyikapi gerakan ideologi transnasional. gerakan menyadarkan kembali umat muslim untuk bersatu dan menyikapi perbedaan dengan kebijaksanaan adalah hal yang penting untuk dilakukan. Organisasi alumni pesantren yang santrinya menuntut ilmu diperguruan tinggi harus mampu meredam gerakan takfiri dan kontra nasionalisme.

Dialektika dan mempertemukan gagasan yang berbedah demi kesatuan umat adalah tugas semua umat islam termasuk santri. Dialog santri HAMAM konsulat malang dengan tema "peran pesantren membendung ideologi transnasional" merupakan upaya perdamaian antara ketegangan yang diakibatkan perbedaan faham keagamaan yang kompleks.
Juga merupakan bukti konsistensi kaum santri dalam memecahkan problematika keumatan dan kebangsaan.

wa ba'du, Wa'tasimu bihablillahi jami'ah wa la tafarroqu. semoga konsistensi ini menjadi spirit keagamaan dan nasionalisme kaum santri dalam mewujudkan peradaban islam yang benar-benar rahmatan lil alamin.




Dunia Mahasiswa, Apa kabarmu.??

Unknown Reply 20.52
Hidup Mahasiswa..!!!

Ratusan tangan kiri anak manusia mengepal dan berpekik secara lantang melafalkan sumpah mahasiswa dengan begitu gagah. Saya belajar dari Heidegger yang berusaha membunuh  waktu, yang kini mengilasku secara cepat. tidak terasa  3 tahun yang lalu saya duduk seperti mereka, sebagai peserta mahasiswa baru di orientasi salah satu perguruan tinggi islam kenamaan di kota malang. Optimisme sebagai mahasiswa baru yang membara mungkin juga karena faktor mereka masih muda. tak khayal jika Soekarno berujar "beri saya sepuluh pemuda akan kuguncang dunia". jiwa muda ditambah status mahasiswa yang kental dengan dunia intelektual mengantarkan saya untuk duduk didepan sebagai nara bicara. 3 tahun yang lalu saya bergeming dalam hati "suatu saat saya akan duduk didepan sebagai orang besar yang membakar optimisme pemuda-pemuda harapan bangsa". Sebuah moment yang sebenarnya biasa, namun saya anggap sebagai hal yang luar biasa. karena untuk merubah peradaban bangsa bisa kita mulai dari generasi mahasiswa baru, yang suatu ketika akan memimpin jalanya bangsa ini.

"Brain Wash'' istiah doktrinasi senior untuk yunior barunya untuk kepincut mengikuti ideologi, kelompok, dan kepentingan golongan. dengan berbagai macam iming-iming kesuksesan 'semu', jabatan, bahkan proyeksi uang. Cara klasik semacam ini telah mengiringi sejarah panjang orientasi kampus di seluruh indonesia. Tak heran jika Soe Hok Gie menulis dalam catatan harianya "setiap tahun akan datang adik-adiku dari SMA yang akan ditipu oleh macam mahasiswa yang sok kuasa, merintih saat ditekan dan menindas saat berkuasa. hanya mementingkan kepentingan teman seideologi, kelompok, dan golongan". tradisi doktrinasi dengan iming-iming kesuksesan dll serasa 'semu' karena yang ada hanya kepentingan dan ego massa. Geliat aktivis dalam dunia wacana mulai menurun seiring dominasi politik praktis yang lebih dominan menjangkit dikalangan aktivis.
Budaya ngopi yang tidak diimbangi produktifitas dan stabilitas akademik juga menjadi momok bagi sebagian mahasiswa.




Dalam orientasi hanya satu inti yang saya sampaikan "menjadi mahasiswa jangan takut untuk berbicara kebenaran, meski harus dimusuhi apalagi diasingkan. sekalipun oleh temanmu, bahkan gurumu". Keberanian untuk berbicara kebenaran dalam berbagai konteks akan mengantaraan kalian pada kepuasaan hati dan intelektual. karena kebenaran dan pemikiran yang tidak ditransformasikan atau dituliskan akan membusuk bersama pikiran dan gerakan fisik.

Selamat datang adik-adiku jadilah insan yang 'bebas' dan lantang berbicara kebenaran dalam tutur kata dan tindakan.


Aku (?)

Unknown Reply 19.33

Aku adalah anak yang tidak diterima oleh sejarah. ya, memang itu yang selama ini aku rasakan. umurku sekarang sudah 9 thn. sejak kelahiranku 2007 silam, aku merasa senang terlahir dilingkungan yang nyaman dengan tetangga yang humanis. namun takdir boleh dikata apa, tepat pada usiaku mencapai 7 tahun tiba-tiba wajah tetanggaku dan saudaraku selama ini merah padam menolak kehadiranku yang sejak awal memang menjadi perebutan. ya, perebutan antara ibu dan bapaku. keluargaku memang broken home sejak aku pertama melihat pahitnya dunia.

sejak kecil aku selalu nyaman dalam pelukan kasih sayang ibuku. ditambah dua saudara dan lingkungan keluargaku yang humanis. namun sejarah telah menolaku sebagai seorang anak yang dirindukan oleh masa. suatu ketika aku pernah bertanya pada ibuku "Bu, kenapa aku ditolak oleh keluarga dan lingkunganku sendiri?. bukankah sejak kecil selama 7 tahun kita hidup rukun bersama, setiap kali ada masalah kita selesaikan bersama?"
"anaku, kau adalah anak yang cerdas diantara saudara-saudaramu. diusia belia prestasimu telah melampaui saudara-saudaramu"
"bukankah kelebihan dan kekurangan itu datangnya dari Tuhan bu? kenapa aku dikucilkan? bahkan ketika ayah memintaku dimasa-masa pergantian kematangan usiaku tidak ada satu pun yang menanggisi kepergianku. bahkan mereka nampak bergembira layaknya aku ini bukan saudaranya."
"nak, kelak sejatah akan mencatat. percayalah, orang yang lantang membicarakan kebenaran dengan kecerdasan dan prestasinya dia akan dikucilkan oleh lingkungan yang memang dislubungi kegelapan"
pesan ibuku itu selalu aku ingat hingga kini usiaku telah menginjak remaja. ini tahun ketiga saya berpisah dari rumah yang mendidiku, mengajarkanku menjadi orang bijaksana yang senantiasa menyampaikan kebenaran dan melawan setiap ketidak adilan. Setidaknya prinsip dan kepribadian itu telah menjadikanku dikenal sebagai seorang anak yang berani dan cerdas.

tahun pertama dirumah baruku bersama ayah. aku disambut gegap gempita oleh saudara-saudaraku. "akhirnya adik kembali kerumah yang sebenarnya, kusambut adik sebagai saudara" aku masih sangat hafal ucapan itu, ucapan dari kakak tertua dikeluarga baruku.
kehadiranku dirumah baru nampaknya disadari memberi banyak perubahan, bahkan ayah memujiku habis-habisan. tenagaku, pikiranku diperas untuk mengembalikan citra keluargaku sebagai keluarga tertua dan terbesar yang solit dan bermanfaat bagi sekitar kami. namun ueforia kebanggaan dan kecintaan mereka serasa semu kini. ya, ditahun kedua semuanya berubah. nampaknya kakak tertua tidak menyukai kehadiranku lantaran aku selalu dipuji oleh ayah dan saudara yang lain. beberapa upaya pun kakak lakukan demi merusak citraku dimata saudara dan ayah. ruang bermainku kini serasa sempit penuh sesak oleh beragam kepentingan. aku kembali bertanya pada diriku sendiri dan Tuhanku. bukankah kecerdasan dan keberanian menyampaikan kebenaran adalah karuniaMu. aku tak mau seperti yusuf yang dicelakakan saudara-saudaranya yang dipenuhi kegelapan kebenaran. Tiba-tiba aku terngiang ucapan Gie " Soekarno, Sjahrir, Hatta, Tan Malaka mereka besar karena melawan.! ". Aku terbangun dari mimpiku yang aku ingat dari mimpiku hanya pesan ibuku "Lawan segala ketidakadilan bukankah kau anak yang cerdas dan berani nak jangan tunduk pada realitas, kelak sejarah akan mencatat keberanianmu".


Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut