Bhineka Tunggal Ika; refleksi kemanusiaan ditengah keberagaman
“Ketika
engaku berbuat kebaikan, orang lain tidak akan menanyakan apa agamamu”
(Gus Dur)
Indonesia
merupakan Negara yang dibangun diatas keberagaman yang kompleks, dengan
keberagaman yang ada Indonesia tumbuh menjadi Negara yang multicultural dengan
semboyan Bhineka tunggal ika sebagai representasi atas kondisi masyarakat
Indonesia dengan keberagaman agama, suku, maupun budaya. Dewasa kini semakin
banyak polemik yang timbul dengan mengatas namakan agama, suku, maupun budaya.
Sehingga menciderai nilai toleransi ditengah multicultural yang mengejawantah dalam semboyan bangsa Bhineka
Tunggal Ika
Kekerasan
berlebel agama
Agama
merupakan sebuah keyakinan ilahiyah yang tiada paksaan didalamnya La ikroha
fi din.dengan berdalihkan kebebasan memeluk agama sesuai dengan UUD 1945
“tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikan
kepercayaanya, dan menjamin semuanya atas kebebasan untuk menyembah, menurut
agama atau kepercayaanya”[1].
menjadikan Indonesia menjadi Negara sekuler yang mampu mengayomi 6 agama resmi
di Indonesia antaranya Islam, protestan, katolik, hindu, budha, dan Kong hu cu.
Namun dengan keberagaman agama yang ada di indonesi belum dapat mengantarkan
masyarakat Indonesia perihal toleransi antar umat beragama.
Terbukti
berdasarkan data wahid institute, sepanjang tahun 2012 telah terjadi 274 kasus
kekerasan atas nama agama. Dapat dilihat dari hasil riset ini adalah
representasi masyarakat Indonesia yang dinilai masih ‘gagap’ dalam menyikapi
perbedaan konteks agama. Terdapat dua factor yang mengimplikasikan kekerasan
dengan topeng agama: factor internal dan eksternal. Factor internal terjadi
karena keterbatasan pengetahuan oleh pemeluk agama dalam memahami agamanya,
sehingga memunculkan pemahaman skripturalisme.faktor eksternal terjadi diluar
agama, seperti gagalnya majelis ulama Indonesia (MUI) dalam mengakomodasi
ekspresi-ekspresi islam yang berbeda. Penulis juga menilai seringkali pemerintah
membela mayoritas dan mendiskriminasikan minoritas, padahal menurut UU No 39
Tahun 1999 tentang hak asasi manusia (HAM) seharusnya Negara, pemerintah, dan
masyarakat wajib mengakui dan melindungi HAM seseorang tanpa terkecuali.
Agama
yang paling dicintai Allah SWT adalah al-hanifiyyah al-samahah (yang
muda menerima kebenaran dan toleran kepada sesame).HR. Al-Bukhori. Mahatma
Gandhi berpendapat bahwa agama itu seperti cabang-cabang dari pohon yang
sama,bunga-bunga dari satu kebun, saudara sekandung dari satu keluarga.[2]
Hemat penulis pada dasarnya semua agama yang ada di Indonesia tiada mengajarkan
kekerasan dan saling membenci satu sama lain. orang beragama itu ibarat orang
yang sekolah terdapat beberapa tingkatan didalamnya, dan puncak tingkatan tertinggi
didalamnya adalah agamawan yang dapat membumikan ajaran langit, dengan
menjunjung tinggi toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan dalam konteks sosial.[3]
Pluraslisme Agama: Obat gagap perbedaan
Agama
hadir menyelimuti kehidupan manusia, ia menjadi fakta sosial yang menyejarah
dalam bentuk yang beragam. Dampak sosiologis yang acap kali dijumpai dari
keberagaman agama, mulai dari perseteruan umat sampai pembantaian berdarah,
misalnya; pembantaian umat islam di rohingya, pelarangan pendirian rumah ibadah
jemaat GKI taman yasmin bogor, kekerasan terhadap komunitas syiah di sampan,
pemboikotan jemaat Ahmadiyah di jati bening. Dan sederet kasus kekerasan
lainya. hal ini menarik untuk untuk dikaji, apakah makna dasar keberagaman
agama? Dan bagaimana proses keberagaman agama menjadi kambing hitam pertumpahan
darah?
Keberagaman
agama dan berbagai polemiknya selalu dikaitkan dengan wacana pluralisme agama.
Sistem keagamaan yang sama dan tujuan yang sama kebenaran mutlak dan
keselamatan diri adalah tujuan utama semua agama, namun kebenaran dan
keselamatan tersebut dapat dicapai dengan jalan yang berbeda-beda. Semua agama
memiliki dimensi spiritual yang sama yaitu tunduk kepada Tuhan yang maha Esa.
Semua agama mengajarkan kebaikan dan menistakan keburukan. Ini merupakan konsep
pluralisme agama secara sederhana.
Keberbedaan
tipologi serta alur pemikiran manusia adalah bentuk pemahaman yang berbeda pula
tentang kebenaran mutlak dan keselamatan diri, namun apa yang dituju adalah
sama. Oleh karena itu demi menjauhi kekerasan atas nama agama, umat beragama
harus berhenti berfikir bahwa agama yang ia anut adalah satu-satunya jalan
menuju kebenaran; truth claim.Al Quran menuturkan “Wahai anak-anaku,
janganlah kalian masuk dari satu pintu yang sama, tapi masuklah dari
pintu-pintu yang berbeda”(QS Yusuf: 67)
Seandainya
pemahaman ini disadari oleh umat beragama, maka dampak sosiologisnya adalah
toleransi sosial, gaya pemikiran yang terbuka, memahami perbedaan, dan
sebagainya. Selanjutnya, dialog adalah hal yang perlu dilakukan dalam rangka
saling mengenal, memahami, dan membuka diri terhadap agama lain.dialog antar
agama menjadi salah satu upaya menetralisir perseteruan karena dialog pada
dasarnya merupakan cara manusia melakukan ta’aruf. Sifat inklusifitas
yang terjadi dalam dialog menjadikan manusia mendekat pada kebenaran yang
manusiawi.
Pelangi peradaban Nusantara
Kemerdekaan
yang terlalu lama kita idamkan, mungkin karena terlalu lama kita mengidamkan
dan belum menemukan hakikat kemerdekaan,
sehingga kini kita gagap membedakan mana demokrasi mana anarki. Indonesia
ibarat keindahan langit yang dihiasi oleh pelangi dengan estetika keberagaman
warna, yang mana dengan keindahan pelangi akan menjadikan langit Nampak elegan.
Begitu halnya suatu Negara dengan keberagaman yang ada didalamnya akan
mengantarkan suatu Negara kepada keindahan yang dibalut dalam balutan
“peradaban” dibangun secara gotong royong ditengah perbedeaan yang ada.
Dewasa
kini menyayangkan beragam kasus yang sempat mengotori keindahan keberagaman Indonesia,
selain kasus kekerasan atas nama agama, tawuran antar pelajar yang membudaya,
anarkisme para mahasiswa, dan pelecehan seksual terhadap anak (Study kasus
JIS). Problematika kekerasan dan pelecehan seksual, merupakan representasi atas
degradasi moral dan lunturnya nilai kemanusiaan pada generasi muda bangsa. Kini
menjadi sebuah tanggung jawab besar bagi pemerintah dan kita bersama agar dapat
bersinergi dalam menciptakan Indonesia yang lebih berperadaban, dengan upaya
membangun moralitas anak bangsa dengan pendidikan karakter dan keagamaan yang
tidak melenceng dari jati diri bangsa Indonesia, seperti yang dipesankan Ir.
Soekarno “Nation and carakter building”.
Saya sangat yakin bahwa Indonesia adalah Negara
yang mutamaddun dengan masyarakat yang multikultural, belajar
dari Rasulullah SAW dalam membangun kota yastrib (Madinah), dengan peradaban
dan kebudayaan ditengah perbedaan yang ada. Sehingga benar-benar terwujud
demokrasi yang penuh toleransi antar masyarakat Indonesia. Ada satu isi dari
piagam madinah yang merepresentasikan wujud rahmatan lil ‘alamin Islam,
dalam berdemokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, “Urusan
agama adalah urusan Tuhan, urusan Negara adalah urusan kita bersama”[4].
Sehingga sangat tepat semboyan Bhineka tunggal ika disematkan pada
bangsa Indonesia semoga menjadi baldatun thoyibatun wa Rabbun ghofur.
Waallahu a’lam.
Posting Komentar