Kemeja Putih Pak Jokowi

Unknown Reply 00.03

2014 silam. Saya tidak pernah berfikir seorang sipil, kurus gak mbejaji akan memimpin negara sebesar Indonesia. Kala itu polarisasi pilpres sangat kuat. Bahkan kalau di ingat-ingat membuat ketawa. aku yang pendukung Prabowo yang gagah harus berdebat hebat dengan temanku Amri yang mendukung Jokowi lebih karena dia Slanker. Perdebatan hingga perselisihan hadir hanya karena beda pandangan politik. Saya tidak gumun dengan hal itu. Di masa khilafah islamiyah saja saling membunuh perkara politik sudah menjadi pembacaan saya atas sejarah perpolitikan.

Saya kembali skeptis mendekati pesimis, saat negara di pimpin seorang sipil yang tidak mbejaji. Tapi ketakutan seorang buruh hanya setitik tinta dalam luasnya samudera.

Sore itu, aku habis menerima gaji. Aku ingin menghabiskan sore di Starbucks sebagai pelipur selama sebulan menanggung lelahnya kerja sebagai buruh pengusaha.

Riana, gadis berkulit hitam dengan kaos oblong sendal jepit duduk di pojokan cafe. Sungguh sebuah pemandangan langka. Aku selalu tertarik pada gadis berkulit hitam. Bagiku kulit putih hanya simbol kecongkakan dan superioritas. Kudekati Riana, nampak di wajahnya tanda gelisah.
"Sore, boleh saya duduk disini?"
"Boleh, silahkan" 

Percakapan basa-basi itu membuka segalanya. Kami terbenam dalam larutnya obrolan. Dari soal sosial sampai politik. Ternyata Riana gadis Papua blesteran Jawa yang cerdas. Mengambil kuliah di UGM dengan prodi Filsafat. Kekagumanku bertambah, ia unik cerdas dan sederhana.

"Lalu gimana nasib Papua setelah Jokowi berkuasa?"
"Semuanya sama saja. Mereka (militer dan penguasa) hanya memandang kami rakyat papua layaknya setengah binatang"
"Bukankah pak jokowi beserta rezimnya telah mencoba menundukan Freeport yang menyiksa secara kemanusiaan-sosial-dan lestari alam kalian?"
"Entahlah, saya hanya percaya pada kemeja pak Joko"
"Sialan. Mahasiswa filsafat memang absurd. Ucapanya susah dimengerti.!"
"Bukankah putih lambang kesucian dan ketulusan. Dulu kami sempat menaruh masa depan saat Gus Dur menjadi presiden. Tapi berjuang sendirian dalam lingkaran setan sangat berat. Itu yang menjadi alasan saya percaya pada kemeja pak presiden dan kabinetnya"
"Memang benar. Berharap pada manusia terlebih penguasa hanya menimbulkan kecewa"
"Tahu kau. Mengapa aku memilih jurusan Filsafat tidak tehnik dan ilmu pemerintahan lain lazimnya anak papua belajar di Jawa.?"
"Mana saya tahu nona?"
"Saya ingin membuktikan, bahwa racun yang ditenggak Socrates bukan atas campur tangan penguasa"
Ia langsung berlalu meninggalkanku. Sesaat sebelum berdiri ia kenakan kemeja putih. Ya, warna kemeja yang sama dengan kemeja pak Jokowi.

Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut