Pentingnya berpikir dan beribadah
Berpikir
dan beribadah merupakan dua pesan yang disampaikan oleh Allah terhadap seluruh
umat Islam, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya “Katakan (Hai Muhammad),
Aku hanya menasehatkan satu perkara saja kepada kamu semua, yaitu hendaknya
kamu berdiri menghadap Allah, berdua-dua maupun sendirian, kemudian kamu
berpikir”(QS.Saba’/34;46). Ada dua hal yang urgen dalam firman diatas namun
mempunyai substansi yang satu yakni beribadah dan berpikir.
Bagi
kita umat Islam ibadah adalah kewajiban sebagai rukun atas keislaman kita, dan
berpikir adalah sebuah kewajiban pula sebagai tugas Khalifah di bumi-Nya. Jadi,
sudah jelas antara beribadah dan berpikir adalah satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Beribadah selain menjadi kewajiban merupakan sebuah pendekatan
personal antara seorang hamba dengan Tuhanya, dengan beribadah kita dapat
merefleksikan bahwa kita adalah ciptaan Allah dan suatu saat akan kembali
kepada-Nya pula.
Adapaun
relevansi berpikir sebagai gandengan atas ubudiyah, bahwa kita tidak
dibenarkan begitu saja melakukan sesuatu yang kita anggap baik sebagai dorongan
atas beribadah kita, namun tanpa pengetahuan yang diperlukan untuk
merealisasikan secara benar. Dari sinilah kita menemukan titik temu atas firman
Allah dalam (QS.al-mujadalah/58;11) bahwa keunggulan akan diberikan Allah
kepada mereka yang beriman dan berilmu. Jadi bukan hanya beriman saja tanpa
ilmu, dan juga bukan berilmu saja tanpa iman, iman yang ditopang dengan
pengetahuan akan mendapat derajat yang mulia disisiNya.
Nah,
dari sini sudah barangtentu rasionalitas dan intuisi harus berjalan beriringan.
relevansi gerak hati dan pikiran merupakan epistemologi atas nilai-nilai
esoterisme dalam Islam. Maka apa yang ditulis oleh M. Iqbal dalam bukunya “The
recognition of Thought in Islam” yang kemudian diterjemahkan oleh Ali
Audah, Taufiq Ismail, dan Gunawan Muhamad dalam bahasa Indonesia “Rekonstruksi pemikiran agama dalam Islam”.
Melalui buku tersebut Iqbal mencoba mengkonstruk kembali pemikiran kita dalam
beragama, salah satu point yang penting dalam pemikiran Iqbal yakni empirisme
religius dan pengetahuan, bahwa lewat pengalaman spiritual yang dapat
dirasionalkan merupak jawaban atas kegelisahan para Ulul Albab yang
tiada henti-hentinya memikirkan nilai esoterisme dalam Islam dan alam semesta.
Maka
jelaslah sudah pentingnya ubudiyah dan berpikir bagi umat islam, dengan
pengawinan Intuisi dan rasionalitas. Seperti syair kerinduan M. Iqbal sebagai
berikut :
Bagi barat penalaran (akal) merupakan instrumen kehidupan;
Bagi timur rahasia alam semesta terletak pada cinta (‘Isyq)
Dengan bantuan cinta akal akan berkenalan dengan realitas;
Sedangkan untuk pengetahuan fondasinya, cinta menerima kekuatan
dari akal.
Bila cinta dan penalaran saling berpelukan,
Akan terciptalah sebuah dunia baru;
Oleh sebab itu, bangkitlah dan bangunlah sebuah dunia baru itu.
Dengan mengawinkan cinta dan penalaran.
Semoga
narasi Ikbal diatas dapat mengantarkan dan mampu menjadi narasi reflektif
kader-kader PMII untuk selalu ber-dzikir, ber-fikir, dan
menyelesaikan tugas sosialnya dengan beramal sholeh demi terciptanya dunia baru
yang bukan hanya menuntut manusia berpikir rasional semata, namun juga
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
WallahuA’lam
Malang-29-10-2014
Posting Komentar