Gus Dur tidak perlu ‘dibela’
KH. Abdurrahman Wahid, tokoh ini
menjadi bagian penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sejarah telah
mencatat peran Gus Dur dalam reformasi tahun 1998. Konsistensi Gus Dur dan
keberpihakanya kepada rakyat merupakan faktor penting yang mengantarkan beliau
pada kursi kepresidenan. Gus Dur menjadi tokoh penting yang harus dikenal oleh
generasi bangsa baik lewat pemikiran maupun tindakan. Mengenalkan Gus Dur pada
generasi pasca reformasi adalah hal yang ‘susah-susah mudah’. Tingkat
kesusahanya karena pengaruh global terhadap lingkungan indifidualistik, tradisi
konsumeris dan budaya hedonisme yang menjangkit kawula muda anak bangsa. Namun
kita juga harus bersyukur karena literatur tentang Gus Dur semakin banyak kita
jumpai baik berbentuk hasil riset maupun fiksi, sehingga mempermudah akses generasi
bangsa mengenal lebih dekat sosok beliau.
Membaca Gus Dur seakan tidak pernah
lepas dari kontrofersi. Pemikiran dan tindakan beliau sering kali dianggap ‘nyeleneh’
baik bagi warga Nahdliyin maupun masyarakat luas. Kecintaan Gus Dur terhadap
sesama manusia beliau tunjukan dengan aksi pembelaan terhadap kaum minoritas
dan mustad‘afin. Dengan segala resiko Gus Dur seakan tidak perduli atas
cercaan dan pandangan negatif dari penilaian publik. Gus Dur seakan mengajarkan
kepada kita semua bahwa kemanusiaan tidak mengenal kelas.
Lingkungan pesantren dan keluarga
juga mempengaruhi aspek spiritualitas Gus Dur. Nur Khalik Ridwan penulis Suluk
Gus Dur menjelaskan secara detil laku sufistik seorang Abdurrahman seperti
Sholat malam, Dzikir langgeng, sabar, syukur, memaafkan, tawakal ,qona’ah,
cinta kasih sayang, berziarah dan bersholawat. Laku sufisme Gus Dur inilah
merupakan faktor tresenden yang membuat Gus Dur tidak pernah takut dimata
manusia dan dicintai sesama manusia.
Kebesaran Gus Dur tidak pernah
terkurang meski banyak cercaan dan pendzoliman terhadap beliau. Terbukti setelah
beliau wafat orang berduyun-duyun datang hilir mudik menziarahi makam beliau.
Baik masyarakat sipil, politisi, budayawan, agamawan. Apapun jabatanya, rasnya,
agamanya mereka datang kepada Gus Dur sebagai ‘manusia’ seperti halnya Gus Dur
yang selalu membela sesamanya atas dasar kemanusiaan.
Gus Dur sendiri tidak pernah
melakukan pembelaan terhadap dirinya atas tindakan dan pikiran beliau yang
dinilai kontrofersial. Membiarkan sejarah yang akan berbicara siapa yang benar
dan siapa yang salah. Selagi tidak melanggar perintah dan larangan-Nya kenapa
kita harus takut salah dimata manusia.? Gitu Aja kok repot.
Betapa penting meneladani sosok Gus
Dur. Dan mendemonstrasikan nilai-nilai ketauhidan, kemanusiaan, keadilan,
kesetaraan, pembebasan, persaudaraan, kesederhanaan, keksatriyaan, dan
menghargai kearifan lokal. Implementasi dan kontekstualisasi adalah kunci dari
nilai-nilai diatas sebagai fondasi untuk menjadi umat yang bhineka namun tetap
‘ika’ dalam harmoni. Maka Gus Dur tidak pernah ‘mati’ dan akan selalu membela
kaum lemah tanpa menuntut dan perlu untuk dibela. Wallahu A’lam.
Malang-30-10-2015.
Malang-30-10-2015.
Posting Komentar