Matinya kebenaran
Dunia
perkuliahan adalah miniatur masyarakat, dimana manusia bisa bertemu dengan
sesama manusia yang lain. Membicarakan tentang agama, moral, ilmu, kehidupan, pengetahuan,
technology, dan cinta. Riki merupakan mahasiswa sastra pada universitas islam tersohor
di Indonesia. Penampilan sederhana yang kemana-mana tidak pernah lepas dari
buku bacaan adalah karakter yang membuat semua orang beranggapan bahwa ia
adalah mahasiswa yang rajin dan akan lulus tepat waktu bahkan bisa mendahului
koleganya. Namun realita berbicara lain, ia lulus pada semester 10 dengan
predikat nilai yang biasa-biasa saja. Ia percaya pada nilai transenden yang
oleh kebanyakan masyarakat modern disebut “klenik”. Ia meyakini bahwa
kesuksesan bukan sekedar perkara nilai dan first graduate melainkan
bagaimana pengetahuan yang kita miliki dapat merubah pribadi kita, sekeliling
kita, terkhusus orang yang kita cintai. Dan Riki telah membuktikanya rasa
cintanya terhadap sesama manusia dan bangsanya harus terjual mahal di rezim
plin-plan dan ditenga-tenga ketakutan bangsa.
#
20-05-2010
Tahun
itu adalah tahun kedua Riki aktif belajar sebagai mahasiswa. Semester 3, banyak
yang mengatakan bahwa pada fase inilah mahasiswa mulai mencari jati dirinya. Dari
yang memutuskan menjadi aktivis kampus yang bermimpi mengubah dunia dengan
slogan yang melangit, hingga belajar mandiri dengan mencari penghasilan diluar
dunia akademik. Tapi ada juga dosen yang berpesan bahwa di fase ini mahasiswa
harus mampu menemukan pendamping hidupnya dengan beberapa alasan yang memang
didapat oleh pengalaman pribadinya. Semua itu terekam jelas oleh Riki dan ia
sadar jalan mana yang ia tempuh. Sebenarnya secara kepribadian Riki bukanlah
sosok mahasiswa yang kutu buku seperti khalayak orang mengenalnya. Ia hanya
ingin mengisi kekosonganya dengan membaca, apapun bacaanya tidak melihat entah
buku tersebut berbobot atau tidaknya untuk dikonsumsi sebagai bahan bacaan.
Namun siapa sangka dari kegiatan mengisi kekosongan ini. Riki bukan hanya
menemukan dunia barunya, namun juga pendamping hidupnya. Ya.. semuanya dimulai
dari membaca. Sebagaimana Jibril menyampaikan Kalam Tuhan yang pertama kepada
Muhammad SAW, Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu.
#
Riki
bukanlah mahasiswa dari keluarga kaya, yang setiap bulanya bisa menikmati sisa
uang jajan dengan traveling, shoping, mengikuti gaya masyarakat modern yang
menyajikan hedonisme sebagai gaya hidup masyarakat kota. Namun ia berkomitmen
bahwa uang kirimanya setiap bulan harus disisihkan untuk membeli buku minimal 1
ekslemprar selain sebagai kebutuhan. Riki berkeyakinan koleksi bukunya suatu
saat akan bisa bermanfaat dari generasi ke generasi, bila dibandingkan membeli
Smart phone maupun kamera Dslr yang mana setiap generasi akan memproduksi type
baru dan membuat candu masyarakat untuk selalu merasa kekurangan.
Sore
itu, Riki menemani senja untuk keliling pasar buku bekas langananya. Kebiasaan
ini adalah cara ia melepas kepenatan dunia akademik dan perekonomian bangsa
yang fluktuatif hingga berdampak pada
kebutuhan pokoknya.
“Cari
buku apa mas Riki?” tanya penjual buku langanan Riki. Mas Prio sapaan akrabnya.
Pria berambut ikal gondrong ini adalah agen buku yang paling lengkap
koleksinya, dari karya klasik hingga kontemporer. Mayoritas pelangganya adalah
mahasiswa.
“Masih
lihat-lihat dulu mas Prio” Jawab Riki sembari melemparkan senyum disela-sela
memilah milih deretan buku di rak toko tersebut.
“Sedang
konsen pada bidang kajian apa mas, sekarang?” tanya penjual buku kembali
“pikiran
sedang malas untuk diajak membaca yang berat-berat mas, ada stock buku berat
tapi dibingkai dengan penyampaian ringan mas prio?”
“Wah
kebetulan sekali mas, ini ada roman tetralogi buruh[1] karya
Pramoedya Ananta Toer baru saja pagi tadi datang”
“Apa
judulnya mas?”
“Bumi
Manusia” jawab Prio singkat sembari menghisap tembakaunya yang diujung
penghabisan.
“iya
mas saya beli buku itu”
“roman
tetralogi buruhnya mau ngambil satu set apa cuma seri pertama mas?”
“nyicil
dulu mas beli yang seri pertama dulu” jawab Riki sembari menyodorkan lembaran
sepuluh ribuan dua lembar untuk satu buku novel.
Tokoh
buku bekas tersebut memang terkenal menjual buku dengan harga miring karena
menyesuaikan kebutuhan ekonomi mahasiswa pada umumnya.
Senja
telah menyingsing, dan Riki beranjak pulang dengan menenteng satu buku hasil
pembelianya sore itu. di sini petualangan akan dimulai, seperti senja dan fajar
yang setia menemani petualang demi petualang anak manusia. Dalam hiruk pikuk
dunia hingga masa mengilas dari terbit sampai tenggelam, dari kehidupan hingga
kematian.
#
Riki
benar-benar dibuat takjub oleh karya Pramoedya. Bukan Pramoedya namanya jika
tidak dapat membawa hanyaut pembaca fiksinya dalam gejolak-gejolak konflik
disetiap sekuelnya. Riki benar-benar dibuat jatuh cinta oleh roman tersebut.
Betapa asmara, perjuangan, ideologi dapat diramu dalam kisah yang ciamik untuk
dibaca. Tentunya dengan bahasa-bahasa sastra yang indah, meski tidak jarang
profokatif.
Kebiasaan
Riki selepas membaca buku adalah merefiewnya sesuai porsi kefahamanya.
Dituangkanya dalambentuk tulisan yang diposting dalam blogernya atau dikirimkan
di koran lokal. Termasuk karya Pramoedya ini, meski ia selalu menuliskan buku
yang telah dibacanya nampaknya karya Pramoedya mendapat tempat spesial untuk
sebuah tulisan di media cetak dengan judul yang cukup provokatif “Pram, PKI dan Soeharto”
#
“Rik..”
“Eh
ana, apa kabar..”
“Baik
kok, aku baca artikelmu di koran loh. Yang tentang novel tetralogi buruh”
“Wah
terima kasih na, gimana menurutmu.?”
“Bagus,
tapi kamu terlalu berani mengungkap kejahatan dibalik pembantaian ’98 dengan
beragam refrensi yang menyudutkan militer.”
“Di
dunia ini yang saya takuti hanya Tuhan saya, dan orang tua saya na.”
“Aku
salut sama keberanianmu rik, semoga tidak ada orang yang salah faham dengan tulisanmu”
Ana
adalah sahabat karib riki. Mereka memang mempunyai kesamaan hoby mendiskusikan
tentang banyak hal baik dunia literatur maupun isu-isu sosial lainya. Tidak
jarang keduanya ikut serta menyuarakan kebenaran ditengah panasnya matahari dan
aspal jalanan.
Di
kampus para dosen dan civitas akademika banyak yang membincangkan tulisan Riki
disurat kabar. Tidak jarang dari mereka yang men-judge Riki simpatisan komunis.
Di indonesia komunisme digolongkan anti-Tuhan, dan kontra dengan agama. Padahal
tidak jarang dari aktivis PKI yang muslim bahkan alim dan hafal Al-Qur’an.
Cengkraman deideologisasi orde baru memang sangat kuat, mengakar ke alam bawah
sadar masyarakat indonesia. Seakan phobia dengan sejarah.
#
Semuanya
terasah gelap. Saya menyaksikan binatang berjasadkan manusia. Lima orang lebih membawa
parang dan senjata tajam menghadang laju kakiku. Di gang sempit ini, aku
semakin yakin bahwa bangsa ini penakut. Benar kata Gus Dur bahwa bangsa ini
penakut.!
Ketakutan
melawan ketidak adilan, yang benar disingkirkan, yang salah diagungkan. Chairil
jika kamu hidup dizamanku apa kamu masih ingin hidup 1000 tahun lagi. Gie aku
menyusulmu dengan bangga. Bahwa nasib baik adalah tidak dilahirkan, dan
dilahirkan namun mati muda. Wiji Tukul, Marsinah, Munir kalian tidak sendiri.
Tubuhku
terhuyung jatuh.
Gelap..
Bau
anyir darahku melumuri sekujur tubuh..
Ditanah
airku sendiri, aku mati ditangan manusia bangsaku yang aku cintai.
[1] Salah
satu master peace Pramoedya Ananta Toer. Diantaranya Bumi manusia, Anak semua
bangsa, Jejak langkah, dan Rumah kaca.
4 komentar
keren
Trima kasih pak tatok sudah berkenan membaca dan mampir dirumah virtual saya yg tidak jelas ini :)
heuheuheue. ini cerpen bukan si?
tapi baiklah aku sangat menikmati.
absurd hehe.
albert camus
Posting Komentar