Tuhan, PMII-kah aku?

Unknown 1 04.37





Bila Gus Mus dalam puisi Islamnya menanyakan kepantasanya sebagai seorang muslim. Pada tulisan refleksi ini penulis ingin menanyakan ke PMII-an al-faqir. Awal ketertarikan saya terhadap PMII di kampus tidak lebih karena baground pendidikan saya di masa silam. Sampai hari ini setelah menjadi pengurus komisariat Sunan Ampel Malang, penulis masih bertanya-tanya tentang idealitas seorang insan pergerakan. Karena secara substansi ber-PMII tidak hanya sekedar baiat Mapaba, PKD, PKL namun ada tanggung jawab yang besar di balik sandang kader PMII baik secara ideologis maupun praktis.

PMII secara tegas memposisikan dirinya secara ideologis  pada gerbong aswaja dengan konsepsi sebagai metodologis berpikir dan bergerak. Pada rana pemikiran penulis sadar betul bahwa Aswaja PMII tidak jauh berbeda dengan konsepsi Aswaja NU yang secara teologis berkiblat pada Asy’ariyah dan Maturidi, dalam hukum Islam mengikuti 4 madzhab, secara suluk mengamini Al-Ghozali dan Junaidi Al-Baghdadi. Namun yang menjadi persoalan adalah wilayah implementatif betapa semakin tua dan bertambahnya ilmu semakin banyak kelalaian yang selalu al-faqir lakukan baik secara ubudiyah ilahiyah maupun insaniyah. Belum lagi nilai dasar ber-PMII yang secara sadar sering dipekikan hingga luar kepala. Namun kenapa masih banyak ketimpangan dalam beribadah, bersosial dan pelestarian Alam yang seringkali terabaikan.

Tuhan, Aku ingin bercerita. Di PMII selain hamba dibekali 2 hal di atas,  banyak hal baru yang hamba peroleh. Dari wacana paling kanan sampai paling kiri, Berdialektika dengan para sahabat dari warung kopi satu ke warung kopi lainya, Menulis untuk eksistensi dan keabadian, Berpolitik untuk menjaga tradisi status quo, hingga mengorganisir perlawanan kepada setip belenggu tiran.

Tuhan, kini organisasi PMII telah berusia 56 tahun. Betapa pada usia itu banyak hal yang terus menjadi keresahan hamba. Ya, seperti kehidupan pada umumnya. Di PMII juga hamba lihat beragam bentuk manusia dan hal ikhwalnya. Dari yang benar-benar tulus mengabdi hingga yang mencari hidup dengan menjual eksistensi dan organisasi.

Tuhan, al-faqir bahagia di PMII wanita begitu di muliakan. Dengan adanya naungan tersendiri bernama KOPRI. Desas-desus gender, kesetaraan, keadilan kita bicarakan secara fasih. Namun masih terlalu banyak hati yang terluka atas nama birahi dan cinta.

Tuhan,  dedikasi hamba di PMII tidak seperti sahabat-sahabatku yang super. Hamba memilih jalan kesunyian lewat setiap tulisan. Hamba sangat terinspirasi dengan Mahbub Djunaidi Allahu yarham, beliau seorang kyai, politisi namun juga penulis yang lihai nan cerdas. Hanya hal ini yang selalu saya usahakan istikomah dari mulai di rayon, komisariat dan di manapun berada. Terimakasih PMII telah mengajarkan saya bagaimana melawan lewat tulisan, sekalipun hanya melawan kebodohan.

Tanpa hamba ceritakan Engkaulah maha mengetahui. Refleksi sederhana  ber-PMII ini saya persembahkan untuk organisasi. Tiada hal yang istimewah, karena secara nyatanya sandang kader PMII  tidak pantas untuk al-faqir. Di usia PMII yang ke-56 ini hamba hanya ingin berbagi kisah sederhana ini betapa secara sadar dan insyaf hamba berterima kasih sebanyak-banyaknya atas ilmu yang tak bermuara dan pengalaman yang tiada harga. kepada 13 pendiri PMII, Organisasi yang kalian dirikan dulu kini berduyun-duyun banyak di lirik oleh kalangan mahasiswa semoga memberi amal jariyah. Untuk para kader hebat yang kini menjadi kabinet kerja, semoga jabatan tidak melunturkan idealisme kalian. Dan untuk diri saya pribadi, kapan mulai berbenah diri untuk menjadi benar. Sekalipun tidak ada kebenaran yang absolute, kebenaran selalu akan tetap diusahakan. Dirgahayu PMII, semoga bayang-bayang fanatisme tidak meruntuhkanmu. (Dur)

Related Posts

Artikel 2689650303571639027

1 komentar

Semoga bernaung di PMII juga d anggap sebagai santrinya KH. Hasyim Asy'ari.

Posting Komentar

Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut