Amnesia Buku Dan Wajah Keresahan Pemodal
Seperti tradisi kompas dan surat kabar besar di Indonesia lainya. Yakni, memajang kolom-kolom elit intelektual, pemodal, birokrat, maupun akademisi. Hari ini nama besar Haidar Bagir seorang pemilik penerbitan islam kenamaan di Indonesia Mizan meluncurkan sebuah opini keresahan yang menarik meski agak berlebihan.
Sebagai penikmat buku yang selalu menyisahkan uang saku untuk belanja buku tiap bulan. Saya memiliki hak untuk mengomentari opini pengagas Islam Cinta tersebut. Artikel Haidar mentereng dengan judul Amnesia Buku. Di buka dengan keresahan, dengan memaparkan hasil riset Central Connectitute Institute Amerika dengan hasil cukup mengagetkan menempatkan Indonesia dalam ratting negara ke 60 dari 61 negara dalam budaya literatur. Artikel Haidar seolah tidak bisa menerima atas kemajuan technologi. Menghawatirkan generasi malas baca dengan semakin cepatnya akses technologi bernama internet merupakan wajah konservatistik. Terlebih yang paling di takutkan oleh Haidar adalah masa depan dunia penerbitan buku.
Logika pemodal apapun dalihnya dan seluhur apapun cita-citanya tidak akan lepas dari untung rugi jual beli. Meski dengan lantangnya Haidar mencemaskan generasi malas baca, dangkal wawasan dengan mengkambing hitamkan kemajuan technologi adalah hal yang klise. Betapa ia tidak pernah berfikir betapa buku sangat susah diakses oleh generasi muda karena harganya yang terlalu membumbung tinggi.?
Sebagai penggemar berat penerbitan Mizan yang selalu menerbitkan buku-buku islamic studies yang berbobot. Saya masih ingat harus menunggu ulang tahun untuk mendapat hadiah ulang tahun dari kekasihku untuk sebuah buku Karen Amstrong "Sejarah Tuhan" yang harganya terlampau mahal untuk sekelas anak petani udik macam saya.
Nampaknya kegelisahan Haidar Bagir tak lebih dari sekedar keresahan sebagai pemodal. Adakah upaya inspiratif dari penerbit sebesar Mizan untuk mengupayakan subsidi buku dari pemerintah ketimbang menghardik generasi kami yang terbelakang karena mahalnya buku bacaan. Sekali lagi salam hangat untuk pak Haidar, bahwa kami generasi unggul bangsa yang ingin terus membangun peradaban bangsa baik secara literatur dan lebih umumnya. Generasi kami memang tak seunggul generasi bapak, GM, apalagi Mochtar Lubis. Namun kami lebih tanggu dari generasi bapak karena kami punya semangat literasi yang tinggi di tengah mahalnya harga buku.
Posting Komentar