Amba; membaca sejarah dari kesusastraan

Unknown Reply 04.14
Karya sastra sering kali dinilai tidak bisa menjadi pijakan refrensi secara ilmiah. Terlepas unsur fiktif, sastra sering kali digunakan sebagai alat kepentingan penulis manuskrip sejarah. Kita telah banyak mengenal penulis dan karya sastra berbagroundkan sejarah dalam hal ini Pramoedya lewat roman tetralogi buruh dan novelnya yang lain banyak berkisah tentang setting sejarah pra-kolonial hingga post-kolonial.







Pasca reformasi bergulir genre karya sastra dengan setting sejarah nasional mulai marak muncul dipermukaan terutama mengenai tragedi gestapu '65 dan PKI menjadi objek renyah untuk diangkat. Seperti Novel Kubah karya Ahmad Tohari, Pulang dari Laila S, Hudori, Surat dari Praha Yusri Fajar, Amba Laksmi Pamuntjak, hingga penulis yang akhir-akhir ini namanya melejit Eka Kurniawan dengan bukunya Seperti dendam rindu harus dibayar tuntas.

Tulisan sederhana ini hanya ingin mengulas sedikit dari sederet judul karya sastra diatas. Amba menjadi menarik bagi penulis untuk mengomentari buku tulisan Laksmi Pamuntjak yang telah diterjemahkan di beragam negara.

Pertama, Setting cerita '65 dengan segala hita-putihnya menjadi nilai jual tersendiri. terlebih disajikan dalam bentuk cerita yang renyah dan estetik. menjadikan tren menulis cerita sejarah gestapu sebagai sebuah otokritik dan perlawanan dominasi sejarah. dalam hal ini Amba telah berhasil memotret dengan detail setiap sekuel dalam ceritanya.

Kedua,  Novel Amba bukan hanya sebagai anti tesa dalam membaca sejarah. Bila dikaji secara analitis feminis tokoh Amba bukan hanya potret realisme perempuan Indonesia  yang tegar, namun juga ada norma dan lokal wishdom yang berbenturan secara menarik dengan pemikiran-pemikiran ideologi besar dunia.

Ketiga, Laksmi Pamuntjak telah berhasil menyuguhkan karya sastra yang tidak membosankan. Dengan kepiawaian gaya bercerita tanpa mengurangi nilai estetik novel Amba saya rasa cocok di baca oleh semua kalangan. terutama bagi para pemuda progressif karena didalamnya banyak menyisipkan nama tokoh-tokoh progressif dan sastrawan kiri eropa, dalam hal ini menjadi oase pengetahuan tersendiri pada pembaca.

Demikian adalah review asal-asalan dari penikmat karya sastra Indonesia. sudah  bukan waktunya lagi mempertentangkan karya sastra yang ideologis revolusioner dan kelompok manikebu. tapi bagaimana membangun kesusastraan yang memberikan sisipan pengetahuan didalamnya. Maju terus kesusastraan Indonesia.

Related Posts

Resensi 4256069048159271499

Posting Komentar

Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut