Hikayat dari Buru

Unknown Reply 18.50


 

S
atu bulan, setelah aku dipulangkan dari pengasingan. Asaku menerawang bergantung bersama awan dan kenangan. Pulau buru, aroma tanahnya dan pepohonan disana begitu akrab denganku. Sampai saat ini hatiku masih tertambat disana, bersama perasaan yang rela kutinggalkan mengiringikepulanganku ke kampung halaman.

***
Masa remajaku dihabiskan di tanah pembuangan. Aku diasingkan sebagai tahanan politik di tahun 1970-1999. Kiprahku dalam politik tidak begitu cemerlang, hanya saja aku dikaruniai kelebihan dalam bergulat dengan dunia kesenian. Kala itu aku tergabung dalam lembaga kesenian rakyat. Karena keikut sertaanku serta karir cemerlangku di Lekra menjadikan namaku ikut terseret dalam pemberantasan komunisme dengan dalih penyelamatan negara.
Aku telah memaafkan kesalahan-kesalahan rezim birokrasi masa silam. yang tidak pernah mengadiliku secara hukum, dan memeberikan kesempatan pada tapol untuk mengklarifikasi keterlibatanya dalam pemberontakan negara. Tapi tidak dengan perasaaanku, aku tidak bisa memaafkan hatiku yang ikut terbuang bersama kenangan yang kuukir indah di pulau pengasingan.
***
“Mas, ini jatah makan untuk sarapan” Tegur petugas dapur menaruh rantang dan bontotan nasi untuk sarapan kami setelah setengah hari berjuang menebas ilalang  ditengah panasnya terik mantari.
Aku terkesima oleh paras menawan petugas dapur yang berjalan meninggalkan tempat kita bekerja. Senyumanya bak busur panah yang melesat dan tertambat tepat di hatiku. Ya, aku tidak butuh waktu lama untuk menyimpulkan bahwa aku telah jatuh hati kepada petugas dapur tersebut.

Setiap hari tidak pernah kulewati tanpa mengagumi aura kecantikan yang terpancar begitu memikat. Kutuliskan sajak-sajak indah setiap harinya, untuk kutempel pada dinding dapur camp kami. Berharap ia senang membacanya tanpa harus tau siapa pengirimnya, tak ada masalah bagiku. Mungkin ini suratan takdirku, menjadi pujangga rahasia yang hanya bisa mengagumi dengan kata-kata indah, tanpa harus bersua bertatap muka dan saling cinta.

***

“Untuk penghuni camp 1, 2 dan 3, besok adalah hari terahir kalian di pulau ini. Sesuai intruksi surat keputusan presiden, kalian semua dibebaskan.” ucap petugas militer memberi informasi. Seketika teman-temanku di pulau buru jingkrak-jingkrak kegirangan, karena dapat kembali pulang kekampung halaman dan menemui keluarga. Tidak denganku, aku yang belum berkeluarga malah merasa sedih akan meninggalkan pulau ini.


Bukan karena aku benci kebebasan, hatiku terlanjur terbelenggu dan jatuh hati padanya. Berharap cerita indah dari pulau pengasingan ini tidak sirna begitu saja. Tidak ada yang bisa kuperjuangkan lagi setelah cap tahanan politik melekat padaku, hanya dia obor semangat yang kujaga menerangi gelapnya jalanku. Selamat jalan hati, aku pergi bersama kenangan tentang kita, sajak-sajak indah menjadi saksi semerbak bunga kasih yang pernah mekar mewangi.


Related Posts

cerpen 4716752156564338985

Posting Komentar

Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut