Hikayat dari Buru
S
|
atu bulan, setelah aku dipulangkan
dari pengasingan. Asaku menerawang bergantung bersama awan dan kenangan. Pulau
buru, aroma tanahnya dan pepohonan disana begitu akrab denganku. Sampai saat
ini hatiku masih tertambat disana, bersama perasaan yang rela kutinggalkan
mengiringikepulanganku ke kampung halaman.
***
Masa remajaku dihabiskan di tanah
pembuangan. Aku diasingkan sebagai tahanan politik di tahun 1970-1999. Kiprahku
dalam politik tidak begitu cemerlang, hanya saja aku dikaruniai kelebihan dalam
bergulat dengan dunia kesenian. Kala itu aku tergabung dalam lembaga kesenian
rakyat. Karena keikut sertaanku serta karir cemerlangku di Lekra menjadikan
namaku ikut terseret dalam pemberantasan komunisme dengan dalih penyelamatan
negara.
Aku telah memaafkan kesalahan-kesalahan
rezim birokrasi masa silam. yang tidak pernah mengadiliku secara hukum, dan
memeberikan kesempatan pada tapol untuk mengklarifikasi keterlibatanya dalam
pemberontakan negara. Tapi tidak dengan perasaaanku, aku tidak bisa memaafkan
hatiku yang ikut terbuang bersama kenangan yang kuukir indah di pulau
pengasingan.
***
“Mas, ini jatah makan untuk sarapan”
Tegur petugas dapur menaruh rantang dan bontotan nasi untuk sarapan kami
setelah setengah hari berjuang menebas ilalang
ditengah panasnya terik mantari.
Aku terkesima oleh paras menawan
petugas dapur yang berjalan meninggalkan tempat kita bekerja. Senyumanya bak
busur panah yang melesat dan tertambat tepat di hatiku. Ya, aku tidak butuh
waktu lama untuk menyimpulkan bahwa aku telah jatuh hati kepada petugas dapur
tersebut.
Setiap hari tidak pernah kulewati
tanpa mengagumi aura kecantikan yang terpancar begitu memikat. Kutuliskan
sajak-sajak indah setiap harinya, untuk kutempel pada dinding dapur camp
kami. Berharap ia senang membacanya tanpa harus tau siapa pengirimnya, tak ada
masalah bagiku. Mungkin ini suratan takdirku, menjadi pujangga rahasia yang hanya
bisa mengagumi dengan kata-kata indah, tanpa harus bersua bertatap muka dan
saling cinta.
***
“Untuk penghuni camp 1, 2 dan
3, besok adalah hari terahir kalian di pulau ini. Sesuai intruksi surat keputusan
presiden, kalian semua dibebaskan.” ucap petugas militer memberi informasi.
Seketika teman-temanku di pulau buru jingkrak-jingkrak kegirangan,
karena dapat kembali pulang kekampung halaman dan menemui keluarga. Tidak
denganku, aku yang belum berkeluarga malah merasa sedih akan meninggalkan pulau
ini.
Bukan karena aku benci kebebasan,
hatiku terlanjur terbelenggu dan jatuh hati padanya. Berharap cerita indah dari
pulau pengasingan ini tidak sirna begitu saja. Tidak ada yang bisa
kuperjuangkan lagi setelah cap tahanan politik melekat padaku, hanya dia obor
semangat yang kujaga menerangi gelapnya jalanku. Selamat jalan hati, aku pergi
bersama kenangan tentang kita, sajak-sajak indah menjadi saksi semerbak bunga
kasih yang pernah mekar mewangi.
Posting Komentar