Senja berkisah tentang Ayah

Unknown Reply 20.27


Sepeda bututku terus kukayuh mengiringi deburan ombak di bibir pantai Kuta, pantai yang semasa kecilku menjadi surga bagi anak-anak pesisir macam saya. Tapi kini surga itu telah berubah menjadi nestapa, pantai yang dulu sangat indah kini menjelma keruh karena limba dan sampah manusia.

Setiap sore datang, kuhabiskan waktu untuk memandangi luasnya lautan. Berbicara pada senja merupakan kegemaranku. Ya, sejak rumah dan keluarga tak lagi menjadi tempat terbaik untuk singgah ketika letihnya dunia mulai dirasakan oleh anak se-usiaku.

Aku selalu menitipkan rindu pada senja, rindu buat ayahku. Ayah yang tak kunjung datang setelah bulan lalu pergi untu menyusuri lautan mencari ikan. Sejak saat itu semua mata tetangga enatapku dengan air mata. Air mata penuh empati kepada seorang bocah kumal, miskin, tak ber-ayah.
Sepeda butut ini adalah kenangan terindah dari ayah. Anak udik pesisir macam saya, tidak pernah mendapatkan kejutan. Apalagi perayaan ulang tahun, tanggal lahirku saja aku tidak tahu. Yang aku tahu hanya bagaimana besok adekku bisa terus sekolah, setelah ibukku akhir-akhir ini sering muntah darah.

***
Kini hanya senja yang mampu membuatku tenang dan kembali riang. Setiap kali aku melihat senja yang tersungkur di laut yang tak berujung. Yang kuingat hanya kenangan bersama Ayah. Betapa setiap senja menyingsing, Ayah selalu datang penuh riang mencium keningku dan menggendong adekku. Ayah yang setiap senja memberikan petuah bijaknya, bagaimana seharusnya menjadi lelaki sejati. Ayah yang setiap senja, selalu membawa cerita tentang indahnya lautan kita, juga tentang kekayaan  alam, ikan, dan eloknya terumbu karang. Ayah selalu mengajarkan pada kami bagaimana bersyukur dan bersahabat dengan semesta. 

Melalui senja, aku sering berbicara padanya bahwa tolong tunjukan arah jalan pulang pada Ayahku, Jika ia tersesat karena terlalu jauh menyusuri lautan. Setiap kali senja menyingsing. Aku juga selalu meminta senja untuk menjaga ayahku dari gelapnya malam. Lewat senjahlah rindu demi rindu seorang anak kepada ayahnya, terpancarkan menjingga begitu memikat setiap mata.

Aku masih ingat tentang salah satu cerita favorit ayahku, Tentang Thales. Seorang filosof yunani kuno yang meyakini bahwa ada satu unsur yang memberikan kehidupan bagi semesta, yaitu air. Aku selalu menghayal bahwa Thales adalah inspirasi ayahku yang terus melaut untuk memberi makan keluarganya. Ia, yakin bahwa lewat kekayaan laut kehidupan manusia bisa terpenuhi. Aku selalu tersenyum bila mengingat kisah itu.

Ingin rasanya aku mengadu bahwa aku lelah bekerja dan ingin bersekolah. Tapi ayah selalu mengajarkanku bahwa yang lebih penting dari kehidupan seorang lelaki adalah beramanfaat kepada manusia dan keluarga. bekerja merupakan kata nyata untuk mengisi kosongnya perut adekku. Ayah juga selalu berpesan bahwa seorang lelaki sejati adalah ia yang bisa mengembangkan senyum setiap orang yang ia cintai. 

***  
Uang hasil menjual minuman mineral di sepanjang pesisir pantai kurasa tidak cukup untuk membiayai kebutuhan keluargaku. Aku harus menjadi lelaki sejati laksana pesan ayahku. Aku juga harus percaya seperti kepercayaan Thales dan ayah tentang laut sebagai sumber penghidupan manusia dan semesta. Kuputuskan untuk melaut, dengan modal perahu tumpangan milik paman, kutelusuri lautan dengan gagah aku sangat bahagia laksana kebahagiaan ayah ketika bercerita tentang Thales, Ibnu Bathutah, Cheng Ho, dan Marco Polo. 

Aku pergi dengan senang dan riang, setiap deburan air, kurasakan ada Ayah disana. Hingga senja membawaku pergi selamanya menyusul ayah dengan bangga bahwa kejantanan seorang pria telah menaklukan kejamnya lautan serta ketakutan tentang kehidupan.






Jombang, 23-02-2016.




Related Posts

cerpen 1485008346390808422

Posting Komentar

Search

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut