Umat demo 212, Aktivis islam moderat & liberal kalian ngapain.?
Aksi damai bela agama telah mencapai episode 3. Bak Sinetron umat disuguhkan tontonan yang dramatis, menegangkan, & terkadang memaksa kita untuk tertawa. Umat muslim radikal--mereka yang keras beragama secara formalistik--telah menemukan momentumnya. Isu Ahok adalah momentum berkumpul mempertontonkan power politik. Pernakah anda melihat muktamar khilafah di berbagai daerah?. Monas adalah saksi betapa revolusi kecongakan beragama mencongkol membusung dalam dada. Logika legitimasi kebenaran seolah kami suci anda berdosa. Padahal Rasulullah SAW sebagai panutan, mengajarkan bagaimanapun kita di dholimi oleh musuh senantiasa hati kita harus membuka pintu maaf selebar-lebarnya. Bukan malah marah, egoistik, dan anarki. Tirulah akhlaq Rasul Muhammad, tragedi fathul makkah adalah puncak kasih kemanusiaan. Sampaikanlah ajakan kebenaran dengan penuh kebijaksanaan dan santun.
"Tangkap-tangkap, tangkap si Ahok, tangkap si ahok sekarang juga". Nyanyian tangkap si Ahok bergemuru saat Tito Karnavian memberi sambutan. Suara takbir juga bersahut sahutan, betapa religiusnya para umat yang terbakar amarah atas nama agama. Saat saudara kalian melakukan aksi, umat muslim moderat sampai liberal kalian ngapain.?. Pertanyaan ini menjadi menarik untuk diulas bersama.
Jadi gini, NU & Muhammadiyah sebagai basis ormas terbesar se-Nusantara telah menunjukan sikap tegasnya untuk melarang kader-kadernya mengikuti aksi 212. Seyogyanya orang pesantren moral santri terletak pada perintah para guru dan kyai. Begitu pula umat Muhammadiyah yang terdidik pandai menganalisa gejolak-gejolak persoalan sebagai hal yang logis atau tidaknya. Pasca Ahok ditetapkan sebagai tersangka proses hukum terus berjalan, mengadakan aksi lanjutan dengan tuntutan penistaan agama kurang logis dan bijak. Kecuali jika ada motif lain di dalamnya.
NU, Muhammadiyah mewakili umat moderat. Mereka setuju bahwa ucapan Ahok itu menyinggung. Tetapi juga menghormati proses hukum yang berjalan. Sebagaimana perkataan buya Syafi'i Ma'arif bahwa "kebenaran tidak bisa dikalahkan oleh amarah". Lantas mereka ngapain saat saudara seimanya panas-panasan di ibu kota.?. Kader mereka juga berjihad, para suami pimpinan keluarga tetap bekerja mencari nafkah, para pegawai negara tetap melanjutkan kerja, petani tetap ke sawah, santri tetap ngaji, para kyai mengajar. Dan semuanya menjalankan ibadah jumat secara khidmah di daerahnya masing-masing. Menjauhi kerusakan harus dikedepankan, agar terciptanya kerukunan dan kemaslahatan.
Sedangkan umat liberal sedang tertawa menonton TV melihat begitu banyaknya umat tidak bersalah dengan semangat agama tinggi dimobilisasi. Ditemani kopi, rokok dan buku Karen Amstrong Berperang Demi Tuhan. Sebagian sedang menyiapkan bahan diskusi.
Mereka semua sama-sama berjihad dengan cara mereka sendiri. Bukankah untuk mendapat tiket masuk pintu surga berbagai caranya. Kecuali jika ormas-ormas ekstrim menjadi calo tiket masuk surga terlebih memonopoli surga.
Take a beer.!