Tolak 'Hate Speech' : Indonesia Bukan Bangsa Pembenci
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti membenarkan telah mengeluarkan Surat
Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 soal Penanganan Ujaran Kebencian (hate
speech). kurang lebih diksi tersebut yang hari ini mewarnai surat kabar dan berita nasional. Dunia digital dengan perkembangan media sosial mempermudah untuk diakses siapa saja dan kapan saja. Lewat perkembangan technologi banyak kabar dunia dapat dengan mudah kita akses dengan sekali 'klik'.
Dalam memanfaatkan media tentu kita harus sepintar mungkin dalam mengunakanya. lewat media dapat memperkaya informasi dan pengetahuan atau sebaliknya membodohkan dan berujung kesengsaraan. Hate Speech adalah peraturan tentang larangan menebar kebencian. Benih-benih kebencian dapat dengan mudah diprofokasikan lewat sosial media maupun media cetak yang lain. Orang saling debat kusir memaki, menghardik sesamanya dengan alasan perbedaan pendapat baik tentang politik, ekonomi, pengetahuan, bahkan Agama.
Tentu tidak semua orang mengunakan media untuk memprofokasi dan menebar kebencian. Pro-kontra peraturan ini tentu tidak akan terhindar. Para aktivis/kritikus tentunya akan merasa hak dan kebebasanya dalam mengespresikan pendapatnya kembali terbatasi setelah reformasi. Disisi lain para elite pejabat/artis dengan senang hati menyambut peraturan ini agar mereka mempunyai payung hukum dalam menerima kritikan dan sindiran pedas dari rakyat sipil.
Namun semuanya harus berjalan tetap pada batasnya. Kita semua tahu bahwa hukum di negeri kita hanya tajam ke'bawah' tumpul ke'atas', dengan bukti maraknya ketimpangan kasus dan penegakan keadilan yang sudah menjadi rahasia publik. Peraturan ini jangan sampai dijadikan alat bagi pemilik modal untuk mengatasi semua haters-nya. Begitu pula sebaliknya peraturan ini adalah pelajaran bagi kita semua agar berhati-hati dalam mengkritik dipastikan kritik yang kreatif, inovatif tanpa menjatuhkan siapapun, terlebih mengandung unsur SARA.
Kita perlu merefleksikan watak dan karakter kita sebagai manusia Indonesia. Bangsa kita terlahir dari semangat kecintaan terhadap tanah air, dan mengutuk aksi imperialisme tak berprikemanusiaan. Betapa bangsa kita sangat menjunjung tinggi harkat martabat kemanusiaan. Aksi penebar kebencian dan profokasi media bukanlah karakter dan watak bangsa kita. Manusia bangsa kita hidup dalam lingkungan saling asah, asih dan asuh. Mari kita sikapi kecanggian technologi dengan penuh kemanfaatan. Dengan menjadikanya sebagai media penebar cinta, kearifan, serta kebijaksanaan. Bukan permusuhan, kebencian lewat caci makian yang tak mengindahkan kemanusiaan. Jika semuanya berjalan harmonis maka peraturan Hate speech tidak penting bukan.?
Wa Allahu A'lam.
Malang-03-11-2015
Dalam memanfaatkan media tentu kita harus sepintar mungkin dalam mengunakanya. lewat media dapat memperkaya informasi dan pengetahuan atau sebaliknya membodohkan dan berujung kesengsaraan. Hate Speech adalah peraturan tentang larangan menebar kebencian. Benih-benih kebencian dapat dengan mudah diprofokasikan lewat sosial media maupun media cetak yang lain. Orang saling debat kusir memaki, menghardik sesamanya dengan alasan perbedaan pendapat baik tentang politik, ekonomi, pengetahuan, bahkan Agama.
Tentu tidak semua orang mengunakan media untuk memprofokasi dan menebar kebencian. Pro-kontra peraturan ini tentu tidak akan terhindar. Para aktivis/kritikus tentunya akan merasa hak dan kebebasanya dalam mengespresikan pendapatnya kembali terbatasi setelah reformasi. Disisi lain para elite pejabat/artis dengan senang hati menyambut peraturan ini agar mereka mempunyai payung hukum dalam menerima kritikan dan sindiran pedas dari rakyat sipil.
Namun semuanya harus berjalan tetap pada batasnya. Kita semua tahu bahwa hukum di negeri kita hanya tajam ke'bawah' tumpul ke'atas', dengan bukti maraknya ketimpangan kasus dan penegakan keadilan yang sudah menjadi rahasia publik. Peraturan ini jangan sampai dijadikan alat bagi pemilik modal untuk mengatasi semua haters-nya. Begitu pula sebaliknya peraturan ini adalah pelajaran bagi kita semua agar berhati-hati dalam mengkritik dipastikan kritik yang kreatif, inovatif tanpa menjatuhkan siapapun, terlebih mengandung unsur SARA.
Kita perlu merefleksikan watak dan karakter kita sebagai manusia Indonesia. Bangsa kita terlahir dari semangat kecintaan terhadap tanah air, dan mengutuk aksi imperialisme tak berprikemanusiaan. Betapa bangsa kita sangat menjunjung tinggi harkat martabat kemanusiaan. Aksi penebar kebencian dan profokasi media bukanlah karakter dan watak bangsa kita. Manusia bangsa kita hidup dalam lingkungan saling asah, asih dan asuh. Mari kita sikapi kecanggian technologi dengan penuh kemanfaatan. Dengan menjadikanya sebagai media penebar cinta, kearifan, serta kebijaksanaan. Bukan permusuhan, kebencian lewat caci makian yang tak mengindahkan kemanusiaan. Jika semuanya berjalan harmonis maka peraturan Hate speech tidak penting bukan.?
Wa Allahu A'lam.
Malang-03-11-2015
Posting Komentar